Kamis, 17 Mei 2012

TUGAS POKOK PEMIMPIN

Di setiap komunitas selalu ada pemimpinnya. Peran pemimpin beraneka ragam, di antaranya adalah sebagai penggerak, motivator, inspirator, penunjuk arah, menyatukan, pelindung, pengayom, penolong, pembagi kasih sayang, mencukupi serta mensejahterakan, dan seterusnya. Tugas pemimpin, dengan demikian memang banyak dan berat. Semua peran itu akan dipertanggung-jawabkan, baik di hadapan manusia yang dipimpinnya maupun di hadapan Tuhan kelak.

Sebagai penggerak dan motivator, maka pemimpin harus menjadikan semua orang yang dipimpinnya hidup. Jiwa, pikiran, dan semangat dari semua orang yang dipimpin menjadi hidup dan berkembang. Mereka yang sebelumnya berputus asa, tidak percaya diri, dan bahkan juga apaptis terhadap nasip dan masa depannya berubah mewnjadi percaya diri, optimis, memiliki harapan dan percaya bahwa nasip mereka akan bisa berubah menjadi lebih baik.

Untuk menggerakkan bagi semua yang dipimpinnya, seorang pemimpin membutuhkan kemampuan berkomunikasi untuk menyampaikan ide dan atau gagasannya. Pemimpin harus bertabligh kepada seluruh yang dipimpinnya. Berbeda dengan dulu, tugas ini sulit dilakukan, maka pada saat sekarang sangat mudah. Sarana berkomunikasi sudah sedemikian banyak dan canggih. Asalkan memiliki ide dan gagasan dan juga kemauan, pada setiap saat pemimpin bisa berkomunikasi dengan semua yang dipimpinnya.

Selain itu, untuk menggerakkan dan memotivasi orang, pemimpin harus memiliki visi dan misi yang jelas. Visi dan misi itu harus dirumuskan menjadi tema-tema yang jelas, jargon, semboyan, dan bahkan kalau perlu lagu atau nyanyian. Kita ingat, dulu Presiden Ir.Soekarno pintar sekali membuat kata, kalimat, atau semboyan-semboyan, hingga menjadikan jiwa rakyatnya hidup. Kalimat-kalimat yang keluar dari presiden pertama bangsa ini mampu menghidupkan dan juga menggerakkan hati rakyat. Misalnya, ia mengatakan bahwa bangsa Indonesia bukan bangsa tempe, tidak perlu bantuan PBB. Semboyan yang berbunyi rawe-rawe rantas, malang-malang putung, mampu menghidupkan dan menggerakkan semangat, apalagi terhadap anak-anak muda.

Kita pernah memiliki pemimpin yang mampu menggerakkan jiwa rakyatnya. Dengan cara itu, bangsa ini sekalipun masih miskin tetapi tidak merasa miskin. Sekalipun masih kecil, belum memiliki banyak universitas, sarana dan prasarana kehidupan masih ala kadarnya, tetapi sudah merasa besar dan percaya diri. Sekalipun masih serba berkekurangan tetapi merasa bangga dengan menjadi bangsa Indonesia. Rakyat merasa merdeka dan bangga dengan kemerdekaannya itu.

Mungkin cara itu dipandang kurang tepat, sehingga pemimpin berikutnya mengambil strategi lain, yaitu ingin lebih mensejahterakan dari aspek yang lebih nyata, yaitu dengan membangun ekonominya. Jika pemimpin sebelumnya terasakan lebih menggerakkan jiwanya, maka pemimpin selanjutnya terasa lebih terfokus pada upaya untuk memenuhi kebutuhan fisiknya. Pada setiap pidato, Ir Soekarno tanpa menggunakan teks, disampaikan dengan berapi-api. Berbeda dengan itu, pemimpin setelahnya, setiap pidato selalu menggunakan teks, dengan membaca apa saja yang telah dipersiapkan sebelumnya. Terasa benar mendengarkan pidato tanpa teks yang berapi-api tetapi jelas dengan mendengarkan pidato dengan pakai teks.

Ternyata setiap pemimpin memiliki gaya dan caranya masing-masing yang selalu berbeda antara satu dengan lainnya. Mungkin maksud dari semua pemimpin itu sama, yaitu mensejahterakan rakyat, tetapi jalan yang ditempuhnya berbeda-beda. Setiap pemimpin dituntut memiliki kemampuan untuk menggerakkan dan memotovasi terhadap seluruh yang dipimpinnya. Menggerakkan dan meotovasi orang bisa dilakukan dengan menggunakan kata-kata, kalimat-kalimat, gagasan, ide, dan semboyan-semboyan. Akan tetapi selain itu, menggerakkan orang banyak memang juga bisa dilakukan dengan menggunakan uang, materi, atau peraturan-peraturan. Masing-masing strategi atau cara, tentu ada kelebihan dan kekurangannya. Menggerakkan orang dengan uang dan juga peraturan, jika kurang tepat atau salah mengatur, akan melahirkan jiwa korup dan munafik. Saya kurang tahu persis, ------perlu diteliti, apakah korupsi yang sedemikian menggila di negeri ini sesungguhnya sebagai akibat saja dari kepemimpinan yang hanya menggunakan pendekatan uang dan peraturan. Jika betul demikian, sayang sekali banyak orang masuk penjara, hanya sebagai akibat dari para pemimpinnya kurang tepat dalam menggunakan strategi besar kepemimpinannya.

Peran pemimpin selanjutnya adalah sebagai sumber inspirasi. Oleh karena itu pemimpin harus cerdas dan memiliki pengetahuan dan wawasan yang luas. Pemimpin harus kaya ide, mimpi-mimpi, khayalan-khayalan, gambaran ideal ke depan tentang bentuk bangunan masyarakat yang dicita-citakan. Bagi bangsa Indonesia, sesungguhnya cita-cita besar itu sudah dirumuskan oleh para pendiri negara dan bangsa ini. Bangsa Indonesia, menurut rumusan para pendirinya, akan dibangun menjadi bangsa yang ber-Pancasila, Bhineka Tunggal Ika, berdasarkan UUD 1945. Akan tetapi, konsep dasar itu secara operasional masih perlu dirumuskan dan juga dikembangkan secara terus menerus hingga tergambar jelas bentuk kongkritnya. Pemimpin bangsa harus memiliki khayalan-khayalan, cita-cita, mimpi-mimpi atau gambaran kongkrit tentang bentuk masyarakat yang dipandang ideal itu semua.

Saya seringkali dihadapkan oleh pertanyaan, bagaimana agar seseorang pemimpin menjadi kaya inspirasi, kaya ide, khayalan-khayalan dan cita-cita. Biasanya, saya menjawab seenaknya. Saya selalu mengatakan bahwa kualitas seseorang sesungguhnya hanya tergantung pada dua hal, yaitu siapa pergaulannya dan apa buku bacaannya. Orang yang bergaul secara terbatas maka ide, gagasan dan cita-citanya juga terbatas. Orang desa yang komunikasinya terbatas, berbeda dengan orang yang hidup di perkotaan, apalagi di kota besar dan bergaul secara luas. Orang yang memiliki pergaulan luas biasanya juga akan memiliki ide besar, gagasan besar dan cita-cita besar.

Begitu pula, selain itu, orang yang berkeinginan mampu merumuskan gagasan besar, ide besar dan cita-cita besar harus memiliki bacaan yang berkualitas tinggi. Tidak akan mungkin orang yang bacaannya sederhana, terbatas dan apalagi kualitasnya rendah mampu merumuskan cita-cita besar. Orang yang tidak pernah mau dan mampu membaca, maka tidak akan memiliki khayalan-khayalan atau ide-ide besar. Atas dasar pandangan ini, maka pemimpin harus mampu menempatkan diri pada pergaulan yang tepat dan benar. Seorang pemimpin harus mau dan mampu bergaul dengan sumber-sumber inpirasi itu. Semakin hebat pergaulan dan bacaannya maka seorang pemimpin juga akan menjadi semakin hebat, sehingga bisa menjalankan kepemimpinannya secara hebat pula.

Pertanyaan selanjutnya adalah, lantas siapa sesungguhnya yang seharusnya dipergauli oleh sang pemimpin, apalagi pemimpin bangsa yang besar seperti bangsa Indonesia ini. Jawaban yang saya rasa gampang adalah, pergauli sajalah Dzat Yang Maha Kreatif, Maha Besar, Maha Tahu, Maha Bijaksana dan Penyandang sifat-sifat mulia lainnya. Mempergauli Dzat Yang Maha Pencipta tidak sulit dilakukan, yaitu dengan cara bangun malam untuk qiyamullail, segera bangkit setelah mendengar adzan di waktu subuh, bersama keluarga mendatangi suara adzan itu, selalu mendirikan sholat berjamaáh di setiap waktu sholat dan hal itu dilakukan secara istiqomah. Dengan cara itu maka artinya bahwa sang pemimpin memiliki pergaulan tetap dengan Dzat Yang Maha Tahu, Maha Mulia, Maha Adil, Maha Luas, Maha Tinggi dan segenap sifat-sifatnya yang mulia itu.

Pergaulan dengan Dzat Yang Maha Mulia itu, bagi seorang pemimpin juga harus disempurnakan dengan bacaan yang tepat, yaitu kitab yang pasti benarnya. Sedangkan yang saya maksud dengan kitab yang pasti benarnya itu, adalah kitab yang dikirim langsung oleh Allah swt., secara bertahap, yang diterimakan kepada Rasulnya, Muhammad saw., melalui malaikat Jibril, yaitu kitab al Qurán. Pemimpin harus secara istiqomah membaca kitab suci ini. Boleh saja, dan memang perlu membaca buku-buku dan informasi lainnya, tetapi jangan dilupakan membaca kitab suci ini. Sedangkan jika melengkapinya dengan membaca buku-buku lain, juga sesungguhnya harus diniatkan untuk membaca kitab Allah, yaitu berupa ayat-ayat kanuniyah. Bagi seorang pemimpin selalu dituntut membaca ayat-ayat quliyah dan kauniyah sekaligus. Akhirnya, jika pergaulan dan bahan bacaannya tepat, insya Allah pemimpin yang seharusnya kaya inspirasi, kaya ide, kaya gagasan dan khayalan-khayalan akan terpenuhi.

Pada hari ini insya Allah, Presiden dan Wakil Presiden terpilih bangsa ini akan dilantik. Kita tentu patut bergembira dan bersyukur atas pelatikan itu. Kita mendoakan agar keduanya selalu mendapatkan pertolongan, perlindungan, rakhmat dan petunjuk dari Allah. Kita juga berdoa semoga keduanya mampu bergaul dengan Dzat Maha Tahu, Maha Pencipta, Maha Benar melalui kegiatan ritual sehari-hari dan juga selalu membaca kitab suci yang dikirim langsung kepada RasulNya, ialah al Qurán. Sehingga, baik pergaulan dan bacaan para pemimpin bangsa ini benar-benar tepat. Wallahu a’lam. (bersambung pada tulisan yang akan datang).

Rabu, 16 Mei 2012

Tapak Suci UMY Raih Runner Up di UNAIR CUP

UKM (Unit Kegiatan Mahasiswa) Tapak Suci Universitas Muhammadiyah Yogyakarta berhasil membawa pulang medali Runner Up (Juara II) di Kompetisi UNAIR CUP, Surabaya. Tim Tapak Suci yang diwakili oleh Akbar Abdul Ghafar (Ilmu Ekonomi 2010) dan Wisnu Sapto Nugroho (Pertanian 2009) ini mengikuti jenis pertandingan “Fight”, yakni bertarung dengan sistem gugur dalam Invitasi Pencak Silat Tapak Suci Se-Jawa dan Sumatera 2012. Wisnu Sapto Nugroho berhasil menjadi Runner Up setelah tiga kali bertanding m elawan UAD (2 kali) dan STAI Lukman Hakim.

Seperti disebutkan Wisnu Sapto Nugroho pada Rabu (16/5) saat ditemui di Kampus Terpadu UMY, dirinya dan tim Tapak Suci UMY berangkat ke Surabaya pada tanggal 4 Mei untuk mengikuti jalannya acara sampai dengan tanggal 13 Mei 2012. Selama kurang lebih 9 hari, tim Tapak Suci UMY mengikuti rangkaian pertandingan yang melibatkan sekitar 800 orang peserta, mulai SD (Sekolah Dasar) hingga mahasiswa. “Untuk pertandingan mahasiswa, diikuti oleh 22 Universitas Se-Indonesia. Kami mengikuti pertandingan “Fight”, bertarung di matras dengan sistem gugur. Jenis pertandingannya ada dua, “Fight” dan “Seni”. Kalau yang “Seni”, lebih menekankan pada rangkaian jurus yang digunakan,” ujar mahasiswa kelahiran Banjarnegara, 21 Juli 1991 ini.

Walau pun membanggakan, Wisnu sebenarnya menginginkan untuk menjadi Juara Pertama. Namun demikian, banyak hal dapat dijadikan pembelajaran baginya. “Dilihat dari jam terbang kami, khususnya saya, masih kurang. Persiapan mengikuti pertandingan pun masih sangat kurang. Sehingga setelah mengikuti lomba ini, saya dapat membagi pengalaman saya kepada teman-teman di UKM Tapak Suci UMY, untuk lebih rajin berlatih. Latihan rutin itu wajib, selain itu juga harus sering try out keluar untuk semakin meningkatkan kemampuan,” tegas mahasiswa yang menargetkan untuk lebih baik lagi di pertandingan selanjutnya ini. Rekan satu tim Wisnu, Akbar Abdul Ghafar, bertanding hingga perempat final, namun kemudian gugur di perempat final tersebut.

Senin, 14 Mei 2012

SEKOLAH PENULIS

SEKOLAH PENULIS

Coba pikirkan pernyataan berikut ini, ”Dalam momen tertentu kehidupan kita, kemampuan mengungkapkan gagasan menjadi tulisan yang bisa dimengerti oleh orang lain, boleh jadi akan menentukan sejarah hidup kita selanjutnya.” Apakah pernyataan semacam itu bisa dianggap benar? Dan apakah setiap orang pernah mengalami suatu momentum di mana karya tulisnya memberikan dampak begitu besar?

Saya tidak tahu jawabnya. Namun, belakangan ini seorang perempuan muda bernama Eni Kusuma tengah mengalami apa yang saya sebut sebagai ”transformasi citra diri” lewat karyanya yang bertajuk ANDA LUAR BIASA!!! (Fivestar, 2007). Saya juga sempat menyaksikan bagaimana sebuah tumpukan naskah yang semula telah dianggap tak bernilai, kemudian mengubah pilihan-pilihan hidup seorang Edy Zaqeus, lewat buku kontroversinya KALAU MAU KAYA NGAPAIN SEKOLAH! (Gradien, 2004), yang mengalami cetak ulang belasan kali dan memberinya cukup modal untuk memulai sebuah penerbitan independen.

Saya pribadi memang mengalami banyak peristiwa yang bertalian dengan karya tulis. Lewat tulisan saya menumbuhkan citra diri sebagai orang yang berhasil ketika masih berusia remaja. Karya tulis ketika mahasiswa memberi saya nama dan nafkah, yang bahkan kemudian membawa saya ke dunia bisnis. Sulit sekali membayangkan kehidupan saya saat ini jika saya tidak belajar mengungkapkan gagasan melalui tulisan sejak usia belia dulu. Dalam banyak momen kehidupan saya, menulis tidak saja menjadi semacam terapi penghilang stres, tetapi juga memberikan nafkah lahiriah, memberikan nama baik, mendatangkan rasa hormat dan kagum, memperteguh tali silahturahmi, mendatangkan sejumlah sahabat baru, dan entah apalagi.

Bagi mereka yang sempat belajar di perguruan tinggi, sebagian besar tentu pernah menulis skripsi sebagai salah satu syarat kelulusan. Pada momen itu, kemampuan menulis menentukan arah hidup. Sementara dalam dunia bisnis sehari-hari, sebuah sandek (sms), sebuah memo, sebuah surel (email), sebuah proposal atau sebuah makalah, ada kalanya akan menentukan masa depan dan karier seseorang. Dengan kata lain, kutipan pernyataan di awal tulisan ini, sekurang-kurangnya mengandung kebenaran dan dialami sejumlah orang.

Sejak tahun 2006 silam, saya pribadi mendapat kehormatan untuk memberikan pelatihan WRITING SKILLS di lingkungan Bank BCA. Pelatihan ini dimaksudkan untuk menolong pegawai yang akan naik jenjang karier dalam menyusun makalah berisi usulan perbaikan mengenai proses bisnis tertentu di departemennya. Makalah yang disusun menentukan sekitar 30 persen dari syarat kelulusan untuk naik ke jenjang karier
Ketika artikel pendek ini disusun, saya sendiri masih dalam tahap negosiasi untuk memberikan pelatihan WRITING SKILLS untuk kawan-kawan yang berkarier di Bank Mandiri. Dari informasi kawan yang menghubungi saya, pelatihan ini juga baru mulai dimasukkan ke dalam agenda pelatihan reguler karena dianggap penting.

Dalam berbagai kesempatan lain, saya juga berulang kali mendengar cetusan keinginan kawan-kawan di posisi manajer dan eksekutif perusahaan terkemuka di negeri ini, yang menaruh minat untuk bisa ”belajar menulis”. Mereka merasakan kebutuhannya, tetapi tidak memperoleh kesempatan untuk mengalami pelatihan WRITING SKILLS yang bernuansa bisnis, bukan pelatihan jurnalistik untuk calon-calon wartawan/wati. Apakah mereka melihat ada momentum dimana karya tulis mereka akan menentukan arah hidup berikutnya? Saya tidak tahu.

Yang jelas, pengamatan sekilas dan pengalaman pribadi tersebut di atas telah mendorong saya untuk mengajak sejumlah kawan mendirikan SEKOLAH PENULIS PEMBELAJAR. Sebuah sekolah tanpa dinding yang memfokuskan diri untuk mengajarkan WRITING SKILLS dalam berbagai macam konteks. Dan sebagai langkah awal kita mencoba untuk membantu kawan-kawan manajer dan eksekutif yang menaruh minat, tetapi selama ini tidak mendapatkan layanan yang tepat untuk meningkatkan keterampilannya dalam soal tulis menulis.

SEKOLAH PENULIS PEMBELAJAR (selanjutnya disingkat SPP), seperti mudah ditebak, merupakan kumpulan orang-orang yang selama ini terlibat dalam jaringan www.pembelajar.com yang saya mulai 14 Februari 2001 silam. Dengan pengalaman yang relatif menyentuh hampir semua aspek dalam industri berbasiskan karya tulis, SPP sebenarnya siap mendampingi siapa saja yang serius ingin belajar menulis. Perpaduan antara penulis-penulis buku laris, pelatih-pelatih jurnalistik yang berpengalaman, dan jaringan penyunting, ghost writer, sampai penerbit yang independen maupun yang sudah beken, membuat layanan SPP tampil unik dan holistik. Dan karenanya saya sungguh berharap komunitas ini akan eksis dan tumbuh menjadi komunitas penulis yang menunjukkan watak khasnya sebagai pembelajar sejati di sekolah kehidupan Indonesia.

Mari belajar menulis, belajar mengarang. Mari belajar mengekspresikan gagasan-gagasan yang cemerlang agar membuka peluang untuk karier yang lebih baik, membuka kesempatan untuk tampil secara berbeda, mempersiapkan warisan yang melampaui usia, membuka pintu-pintu kemungkinan dalam berbagai konteks kehidupan yang mengagumkan ini. Mari