Selasa, 02 Juli 2013
Kesenian Tari Sintren
Sintren adalan kesenian tari tradisional masyarakat Jawa, khususnya di Cirebon. Kesenian ini terkenal di pesisir utara Jawa Barat dan Jawa Tengah, antara lain di Indramayu, Cirebon, Majalengka, Jatibarang, Brebes, Pemalang, Banyumas, dan Pekalongan. Kesenian Sintren dikenal juga dengan nama lais. Kesenian Sintren dikenal sebagai tarian dengan aroma mistis/magis yang bersumber dari cerita cinta kasih Sulasih dengan Sulandono.
Sintren diperankan seorang gadis yang masih suci, dibantu oleh pawang dengan diiringi gending 6 orang. Dalam perkembangannya tari sintren sebagai hiburan budaya, kemudian dilengkapi dengan penari pendamping dan bodor (lawak).
Dalam permainan kesenian rakyat pun Dewi Lanjar berpengaruh antara lain dalam permainan Sintren, si pawang (dalang) sering mengundang Roh Dewi Lanjar untuk masuk ke dalam permainan Sintren. Bila, roh Dewi Lanjar berhasil diundang, maka penari Sintren akan terlihat lebih cantik dan membawakan tarian lebih lincah dan mempesona.
Kesenian Tari Ronggeng
Tari ronggeng berasal dari Jawa Barat. Tari ronggeng ini secara umum merupakan sebuah bentuk kesenian tradisional dengan tampilan seorang atau lebih penari. Biasanya dilengkapi dengan gamelan dan nyanyian atau kawih pengiring.
Penari utamanya adalah seorang perempuan yang dilengkapi dengan sebuah selendang. Fungsi selendang, selain untuk kelengkapan dalam menari, juga dapat digunakan untuk “menggaet” lawan (biasanya laki-laki) untuk menari bersama dengan cara mengalungkan ke lehernya.
Salah satu versi tentang Tari Ronggeng ini berkisah tentang seorang puteri yang ditinggal mati oleh kekasihnya. Siang dan malam sang puteri meratapi terus kematian orang yang dicintainya. Selagi sang puteri menangisi jenasah kekasihnya yang sudah mulai membusuk, datanglah beberapa pemuda menghampirinya dengan maksud untuk menghiburnya. Para pemuda tersebut menari mengelilingi sang puteri sambil menutup hidung karena bau busuk mayat. Lama-kelamaan, sang puteri pun akhirnya ikut menari dan menyanyi dengan nada melankolis.
Mungkin awal kemistisan tarian ini yaitu saat tari ronggeng digunakan untuk membalas dendam sehingga seolah-olah tarian ini berbau mistis dan kematian.
Kesenian Tari Angguk
Kesenian Angguk merupakan satu dari sekian banyak jenis kesenian rakyat yang ada di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Kesenian angguk berbentuk tarian disertai dengan pantun-pantun rakyat yang berisi pelbagai aspek kehidupan manusia, seperti: pergaulan dalam hidup bermasyarakat, budi pekerti, nasihat-nasihat dan pendidikan. Dalam kesenian ini juga dibacakan atau dinyanyikan kalimat-kalimat yang ada dalam kitab Tlodo, yang walaupun bertuliskan huruf Arab, namun dilagukan dengan cengkok tembang Jawa. Nyanyian tersebut dinyanyikan secara bergantian antara penari dan pengiring tetabuhan. Selain itu, terdapat satu hal yang sangat menarik dalam kesenian ini, yaitu adanya pemain yang “ndadi” atau pemain itu tidak sadar pada saat puncak pementasannya. Sebagian masyarakat Yogyakarta percaya bahwa penari angguk yang dapat “ndadi” ini memiliki “jimat” yang diperoleh dari juru-kunci pesarean Begelen, Purworejo.
Tarian angguk diperkirakan muncul sejak zaman Belanda1, sebagai ungkapan rasa syukur kapada Tuhan setelah panen padi. Untuk merayakannya, para muda-mudi bersukaria dengan bernyanyi, menari sambil mengangguk-anggukkan kepala. Dari sinilah kemudian melahirkan satu kesenian yang disebut sebagai “angguk”. Tari angguk biasa digelar di pendopo atau di halaman rumah pada malam hari. Para penontonnya tidak dipungut biaya karena pertunjukan kesenian angguk umumnya dibiayai oleh orang yang sedang mempunyai hajat (perkimpoian, perayaan 17 Agustus-an dan lain-lain).
Senin, 01 Juli 2013
Enam Tahap Dalam Percintaan
Enam Tahap Dalam Percintaan
Hubungan percintaan, tentu saja tidak terjadi dengan sendirinya. Selalu ada awal dan akhir. Apakah itu akan berakhir dalam pernikahan atau tidak, sangat tergantung oleh masing-masing pasangan.
Sesungguhnya, dalam percintaan ada tujuh tahapan yang dilewati. Jika kamu beruntung, cukup enam tahapan saja yang dinikmati. Tapi kalau kurang beruntung, ya terpaksa tujuh tahapan itu kamu lewati.
Setiap pasangan pasti mengalami masa-masa sulit dalam melewati tahapan-tahapan tersebut. Dan penyebab terbanyak adalah perselingkuhan.
Tahapan-tahapan apa saja yang dilewati dalam menjalin asmara? Simak penjelasan yang ini:
1. Tahap kegembiraan
Masa ini disebut juga masa ngegombal. Iyalah, ketika asmara berada di puncaknya, si dia menjadi orang yang paling luar biasa. Segalanya nampak indah dan hebat. Jangan bicara logika di sini karena itu tak ada gunanya.
Makanya jangan heran kalau banyak syair cinta yang tidak masuk akal. Langkah pertama ini biasanya berlangsung secara tidak sengaja. Ada yang bertemu di kampus, kantor atau tempat-tempat umum lainnya.
2. Tahap mengkhayal
Kalau pasangan sudah mulai dekat, biasanya mulai masuk ke masa ini. Mereka akan sibuk berandai-andai. Misalnya, seandainya menikah, punya anak, dsb. Dalam tahap ini, sisi buruk pasangan biasanya belum terlihat. Masing-masing berusaha menunjukkan bagian terbaik dari dirinya.
Yang fatal, orang juga cenderung meremehkan sikap negatif pasangannya. Mereka yakin bahwa pasangan akan berubah jika bersamanya. Karena segala sesuatunya kelihatan bagus, pasangan cenderung mendustai diri sendiri.
Banyak kepura-puraan dilakukan hanya agar terlihat hebat di depan si dia. Nah, dusta dan khayalan inilah yang nantinya kerap membuat pasangan bubar di tengah jalan.
3. Tahap penemuan
Tapi yang namanya sikap pura-pura, toh ada batasnya. Tak semua orang sanggup terus bersandiwara. Alhasil, carut-marut pribadi si dia mulai kelihatan. Sisi-sisi negatif si dia, mulai jadi ganjalan. Apalagi kalau pihak luar ikut campur.
Misalnya dengan membocorkan sifat si dia yang sesungguhnya. Kritik tak sedap dari teman dan keluarga juga mulai mempengaruhi. Kamu didorong untuk melihat kekasih dengan mata yang jernih.
Kalau masing-masing pasangan tidak berusaha untuk bertoleransi, menekan ego, mustahil rasanya hubungan bisa berlanjut. tenagadalam.org
Pasangan yang mau saling mengerti, biasanya dapat menyelesaikan masalah tanpa harus merusak hubungan yang telah terjalin. Di tahap ini pula, kesempatan untuk mengubah pasangan terbuka lebar.
4. Tahap kekecewaan
Tiba-tiba kok si dia berubah. Itu hal biasa yang kita ungkapkan jika sedang kecewa pada kekasih. Tapi itu sebetulnya perubahan itu bukan pada pasangan, melainkan perspektif kamu. Dulu kamu melihat larangannya untuk ini-itu sebagai tanda sayang. Tapi kini, kamu menganggap hal tersebut merupakan kekangan.
Tahap ini menjadi pemicu instrospeksi diri. Mencoba untuk menerima bahwa sikap itu merupakan suatu kewajaran. Tidak ada manusia yang sempurna. Namun sebagian pasangan yang telanjur kecewa, ada pula yang memutuskan menamatkan hubungannya.
5. Tahap kompromi
Ini biasanya untuk hubungan yang semi serius. Saling menyesuaikan diri satu sama lain, menerima perbedaan yang ada serta kesediaan untuk memaafkan.
Dalam tahap ini pasangan dituntut untuk saling percaya dan meyakini bahwa tiap masalah pasti ada jalan keluarnya, jika mau bersama. Capek memang, tapi ini bayarannya jika ingin bahagia bersama si dia.
6. Tahap bersatu
Wah, ini yang ditunggu-tunggu. Pernikahan, pertunangan atau hidup bersama merupakan salah satu diantaranya. Di tahap ini, pasangan biasanya sudah saling percaya. Betapapun buruknya nasib yang menimpa, kamu dan pasangan tidak akan terguncang. Semua itu malahan makin merekatkan hubungan.
Hubungan percintaan, tentu saja tidak terjadi dengan sendirinya. Selalu ada awal dan akhir. Apakah itu akan berakhir dalam pernikahan atau tidak, sangat tergantung oleh masing-masing pasangan.
Sesungguhnya, dalam percintaan ada tujuh tahapan yang dilewati. Jika kamu beruntung, cukup enam tahapan saja yang dinikmati. Tapi kalau kurang beruntung, ya terpaksa tujuh tahapan itu kamu lewati.
Setiap pasangan pasti mengalami masa-masa sulit dalam melewati tahapan-tahapan tersebut. Dan penyebab terbanyak adalah perselingkuhan.
Tahapan-tahapan apa saja yang dilewati dalam menjalin asmara? Simak penjelasan yang ini:
1. Tahap kegembiraan
Masa ini disebut juga masa ngegombal. Iyalah, ketika asmara berada di puncaknya, si dia menjadi orang yang paling luar biasa. Segalanya nampak indah dan hebat. Jangan bicara logika di sini karena itu tak ada gunanya.
Makanya jangan heran kalau banyak syair cinta yang tidak masuk akal. Langkah pertama ini biasanya berlangsung secara tidak sengaja. Ada yang bertemu di kampus, kantor atau tempat-tempat umum lainnya.
2. Tahap mengkhayal
Kalau pasangan sudah mulai dekat, biasanya mulai masuk ke masa ini. Mereka akan sibuk berandai-andai. Misalnya, seandainya menikah, punya anak, dsb. Dalam tahap ini, sisi buruk pasangan biasanya belum terlihat. Masing-masing berusaha menunjukkan bagian terbaik dari dirinya.
Yang fatal, orang juga cenderung meremehkan sikap negatif pasangannya. Mereka yakin bahwa pasangan akan berubah jika bersamanya. Karena segala sesuatunya kelihatan bagus, pasangan cenderung mendustai diri sendiri.
Banyak kepura-puraan dilakukan hanya agar terlihat hebat di depan si dia. Nah, dusta dan khayalan inilah yang nantinya kerap membuat pasangan bubar di tengah jalan.
3. Tahap penemuan
Tapi yang namanya sikap pura-pura, toh ada batasnya. Tak semua orang sanggup terus bersandiwara. Alhasil, carut-marut pribadi si dia mulai kelihatan. Sisi-sisi negatif si dia, mulai jadi ganjalan. Apalagi kalau pihak luar ikut campur.
Misalnya dengan membocorkan sifat si dia yang sesungguhnya. Kritik tak sedap dari teman dan keluarga juga mulai mempengaruhi. Kamu didorong untuk melihat kekasih dengan mata yang jernih.
Kalau masing-masing pasangan tidak berusaha untuk bertoleransi, menekan ego, mustahil rasanya hubungan bisa berlanjut. tenagadalam.org
Pasangan yang mau saling mengerti, biasanya dapat menyelesaikan masalah tanpa harus merusak hubungan yang telah terjalin. Di tahap ini pula, kesempatan untuk mengubah pasangan terbuka lebar.
4. Tahap kekecewaan
Tiba-tiba kok si dia berubah. Itu hal biasa yang kita ungkapkan jika sedang kecewa pada kekasih. Tapi itu sebetulnya perubahan itu bukan pada pasangan, melainkan perspektif kamu. Dulu kamu melihat larangannya untuk ini-itu sebagai tanda sayang. Tapi kini, kamu menganggap hal tersebut merupakan kekangan.
Tahap ini menjadi pemicu instrospeksi diri. Mencoba untuk menerima bahwa sikap itu merupakan suatu kewajaran. Tidak ada manusia yang sempurna. Namun sebagian pasangan yang telanjur kecewa, ada pula yang memutuskan menamatkan hubungannya.
5. Tahap kompromi
Ini biasanya untuk hubungan yang semi serius. Saling menyesuaikan diri satu sama lain, menerima perbedaan yang ada serta kesediaan untuk memaafkan.
Dalam tahap ini pasangan dituntut untuk saling percaya dan meyakini bahwa tiap masalah pasti ada jalan keluarnya, jika mau bersama. Capek memang, tapi ini bayarannya jika ingin bahagia bersama si dia.
6. Tahap bersatu
Wah, ini yang ditunggu-tunggu. Pernikahan, pertunangan atau hidup bersama merupakan salah satu diantaranya. Di tahap ini, pasangan biasanya sudah saling percaya. Betapapun buruknya nasib yang menimpa, kamu dan pasangan tidak akan terguncang. Semua itu malahan makin merekatkan hubungan.
The Innocent Rebel: Melihat dari Sudut Pandang yang Tak Biasa
The Innocent Rebel: Melihat dari Sudut Pandang yang Tak Biasa
“Nothing worse in life than being ordinary.”
Kalimat itu akan Anda temukan ketika membuka halaman pertama buku Andre Syahreza ini. Sebuah buku yang berjudul The Innocent Rebel: Sisi Aneh Orang Jakarta, terbitan GagasMedia. Lho, lho, ada apa dengan being ordinary?
Andre bilang motifnya menyusun buku ini hanyalah ingin membuncahkan ide-idenya tentang konsep “berbeda.” Andre mencoba menjelaskan kenapa kita boleh punya pilihan berpikir yang berbeda dari kebanyakan orang. Melakukan sesuatu di luar kebiasaan yang diamini publik.
Maka, jangan heran kalau narasumber dari tulisan-tulisan berbentuk feature ini adalah juga orang-orang yang jauh dari popularitas. Orang-orang yang tak pernah mendapatkan perhatian media karena mereka bukan figur publik. Jika artis terlanjur dianggap sebagai figur luar biasa dengan kisah hidup yang—kalau dipikir-pikir—biasa-biasa saja, sebagian besar narasumber dalam buku ini adalah orang-orang biasa dengan jalan cerita yang tidak biasa. Mulai dari kisah seorang gila yang percaya suatu hari nanti bakal jadi presiden, tentang para pelacur yang “diimpor” dari Cina, sampai kisah penjaga kamar mayat di RSCM.
Buku setebal 220 halaman ini berisi 27 tulisan dalam format feature. Feature, sebagai salah satu jenis penulisan jurnalistik memang luwes dalam batasan waktu. Sebuah sajian jurnalistik yang menyentuh tombol-tombol humanis dalam simpul saraf kita. Itulah yang coba disajikan Andre dalam The Innocent Rebel.
Andre memang cukup jeli membidik sisi aneh manusia yang hidup di sebuah kota bernama Jakarta. Aristoteles boleh bilang bahwa teori polis yang ideal adalah menghubungkan jiwa-jiwa di dalamnya. Namun, untuk kota metropolitan seperti Jakarta, yang kian hari menunjukkan raut carut-marut, yang dimensinya makin jarang dipahami kebanyakan orang, tali penghubung jiwa itu semakin mengabur. Lewat tulisannya, Andre ingin mengajak pembaca bertualang memasuki kisah-kisah ganjil para penghuni Jakarta. Pada titik tertentu, tulisan ini menjadi jendela kita untuk melongok ke sebuah dunia, menghubungkan kita dengan jiwa-jiwa yang bersemayam di dalamnya.
Apa jadinya Jakarta seandainya harus menutup aurat? Temukan jawabannya dalam sebuah feature berjudul Parno Porno. Feature yang terdapat dalam Blue Chapter: Social Climber ini diawali dengan paragraf pembuka yang deskriptif khas feature:
“Rambutnya mengundang gairah, ikal kecokelat-cokelatan. Kulit kuningnya memancarkan birahi. Bibirnya merah-indah merekah. Tubuhnya adalah yang paling seksi yang pernah dibayangkan laki-laki untuk digagahi. Tubuh itu dibungkus pakaian minim yang menyempurnakan pangkal dada hingga pangkal paha. Payudara yang terbelah di antara bra sutera adalah mimpi seribu satu malam para Pangeran Vagina.”
Buku yang merupakan kumpulan feature tulisan Andre di majalah Djakarta! Ini dari judul dan cover-nya pun memang sudah mengusung konsep tak biasa. Cover buku ini menampilkan seorang perempuan dengan pakaian yang terbuat dari tempelan kertas. Foto cover-nya merupakan salah satu dari rangkaian tujuh foto bertema “Changing Edition,” edisi Djakarta! yang membahas tentang perubahan karakter orang-orang Jakarta. Foto yang merupakan bidikan Paul Kadarisman itu dipasang untuk halaman Fashion Terbalik, majalah Djakarta!. Begitu pula dengan pilihan judul yang paradoksal. Kata “rebel” yang umumnya dikonotasikan negatif justru disandingkan Andre dengan kata “innocent.” Belum lagi isi tulisan yang mengambil angle tak biasa.
Tak usah takut untuk berbeda. Take a look! Dan Anda akan melihat bahwa memandang dari sudut tak biasa atau berbeda justru membuat kita bisa lebih bijak dalam bertindak dan berpikir.
Selamat membaca, dan selamat berpikir dari sudut pandang yang tidak biasa!
“Nothing worse in life than being ordinary.”
Kalimat itu akan Anda temukan ketika membuka halaman pertama buku Andre Syahreza ini. Sebuah buku yang berjudul The Innocent Rebel: Sisi Aneh Orang Jakarta, terbitan GagasMedia. Lho, lho, ada apa dengan being ordinary?
Andre bilang motifnya menyusun buku ini hanyalah ingin membuncahkan ide-idenya tentang konsep “berbeda.” Andre mencoba menjelaskan kenapa kita boleh punya pilihan berpikir yang berbeda dari kebanyakan orang. Melakukan sesuatu di luar kebiasaan yang diamini publik.
Maka, jangan heran kalau narasumber dari tulisan-tulisan berbentuk feature ini adalah juga orang-orang yang jauh dari popularitas. Orang-orang yang tak pernah mendapatkan perhatian media karena mereka bukan figur publik. Jika artis terlanjur dianggap sebagai figur luar biasa dengan kisah hidup yang—kalau dipikir-pikir—biasa-biasa saja, sebagian besar narasumber dalam buku ini adalah orang-orang biasa dengan jalan cerita yang tidak biasa. Mulai dari kisah seorang gila yang percaya suatu hari nanti bakal jadi presiden, tentang para pelacur yang “diimpor” dari Cina, sampai kisah penjaga kamar mayat di RSCM.
Buku setebal 220 halaman ini berisi 27 tulisan dalam format feature. Feature, sebagai salah satu jenis penulisan jurnalistik memang luwes dalam batasan waktu. Sebuah sajian jurnalistik yang menyentuh tombol-tombol humanis dalam simpul saraf kita. Itulah yang coba disajikan Andre dalam The Innocent Rebel.
Andre memang cukup jeli membidik sisi aneh manusia yang hidup di sebuah kota bernama Jakarta. Aristoteles boleh bilang bahwa teori polis yang ideal adalah menghubungkan jiwa-jiwa di dalamnya. Namun, untuk kota metropolitan seperti Jakarta, yang kian hari menunjukkan raut carut-marut, yang dimensinya makin jarang dipahami kebanyakan orang, tali penghubung jiwa itu semakin mengabur. Lewat tulisannya, Andre ingin mengajak pembaca bertualang memasuki kisah-kisah ganjil para penghuni Jakarta. Pada titik tertentu, tulisan ini menjadi jendela kita untuk melongok ke sebuah dunia, menghubungkan kita dengan jiwa-jiwa yang bersemayam di dalamnya.
Apa jadinya Jakarta seandainya harus menutup aurat? Temukan jawabannya dalam sebuah feature berjudul Parno Porno. Feature yang terdapat dalam Blue Chapter: Social Climber ini diawali dengan paragraf pembuka yang deskriptif khas feature:
“Rambutnya mengundang gairah, ikal kecokelat-cokelatan. Kulit kuningnya memancarkan birahi. Bibirnya merah-indah merekah. Tubuhnya adalah yang paling seksi yang pernah dibayangkan laki-laki untuk digagahi. Tubuh itu dibungkus pakaian minim yang menyempurnakan pangkal dada hingga pangkal paha. Payudara yang terbelah di antara bra sutera adalah mimpi seribu satu malam para Pangeran Vagina.”
Buku yang merupakan kumpulan feature tulisan Andre di majalah Djakarta! Ini dari judul dan cover-nya pun memang sudah mengusung konsep tak biasa. Cover buku ini menampilkan seorang perempuan dengan pakaian yang terbuat dari tempelan kertas. Foto cover-nya merupakan salah satu dari rangkaian tujuh foto bertema “Changing Edition,” edisi Djakarta! yang membahas tentang perubahan karakter orang-orang Jakarta. Foto yang merupakan bidikan Paul Kadarisman itu dipasang untuk halaman Fashion Terbalik, majalah Djakarta!. Begitu pula dengan pilihan judul yang paradoksal. Kata “rebel” yang umumnya dikonotasikan negatif justru disandingkan Andre dengan kata “innocent.” Belum lagi isi tulisan yang mengambil angle tak biasa.
Tak usah takut untuk berbeda. Take a look! Dan Anda akan melihat bahwa memandang dari sudut tak biasa atau berbeda justru membuat kita bisa lebih bijak dalam bertindak dan berpikir.
Selamat membaca, dan selamat berpikir dari sudut pandang yang tidak biasa!
Awal mula muncul nya Hotel
Setiap aspek kehidupan manusia yang telah mapan, pasti memiliki sejarahnya sendiri. Tidak terkecuali dengan hotel, ia pun memiliki sejarahnya sendiri.
Menurut beberapa literatur, sejarah hotel pada awalnya —lebih tepat disebut “penginapan”—terkait erat dengan dimulainya aktivitas manusia untuk bepergian ke tempat yang jauh dari tempat tinggalnya.
Hal ini mengakibatkan para pelancong membutuhkan tempat singgah untuk beristirahat dan mengisi perbekalan perjalanan. Dari sinilah muncul rumah penginapan terutama di tempat-tempat yang banyak dikunjungi orang.
Menurut beberapa sumber tertulis, pada masa Romawi telah muncul rumah-rumah penginapan yang disebut “mansiones” di sepanjang jalan-jalan utama kota yang disewakan untuk para pelancong. Mansiones sendiri berarti flat. Antara satu mansiones dengan mansiones lainnya biasanya berjarak hingga puluhan kilometer.
Pada masa-masa selanjutnya, ketika bepergian jauh semakin banyak dilakukan orang, khususnya untuk kegiatan dagang, ziarah, maupun aktivitas militer, rumah-rumah penginapan pun semakin banyak didirikan.
Di sepanjang jalur-jalur perdagangan dunia dan kota-kota kuno, seperti Yerusalem, Baghdad, Makkah, Cordoba, Roma, maupun Konstantinopel, ada banyak penginapan yang didirikan.
Persinggungan antara Barat dan Timur dalam Perang Salib (dimulai 1096 M) berperan penting dalam melahirkan kota-kota baru di sepanjang Asia Kecil, yaitu wilayah Turki yang memanjang ke Syiria dan akhirnya Palestina.
Di sepanjang jalur ini, ada banyak penginapan yang diperuntukkan bagi para prajurit dan para peziarah yang ingin berkunjung ke Palestina. Bahkan, pada Abad Pertengahan, kehadiran rumah-rumah penginapan ini mendapat dukungan dari otoritas gereja untuk kepentingan para peziarah.
Pada perkembangan selanjutnya, yaitu setelah Abad Pertengahan, rumah-rumah penginapan tidak hanya menyediakan fasilitas penginapan, tetapi juga mulai melengkapinya dengan fasilitas pendukung lainnya, semacam bar, salon, dan kedai makanan. Jumlah kamar pun mulai diperbanyak hingga mencapai puluhan.
Inilah yang kemudian menjadi cikal bakal lahirnya hotel dalam makna sebenarnya, yaitu gedung tempat singgah yang menyediakan fasilitas lengkap.
Lahirnya Hotel-Hotel Modern
Pada abad ke-18, di kota-kota besar Eropa dan Amerika, mulai bermunculan hotel-hotel yang menjadi awal lahirnya hotel-hotel modern.
Hotel Covent Garden yang dirikan tahun 1774 misalnya, selain memiliki fasilitas lengkap—untuk zamannya—dan jumlah kamar yang banyak, berdampingan langsung dengan bioskop dekat Westminsfer di London. Ada pula City Hotel di New York dengan kapasitas 170 kamar yang didirikan pada 1794.
Industri perhotelan berkembang pesat pada abad ke-19. Hotel-hotel modern mulai didirikan di banyak kota besar, semacam London, Paris, New York, Boston, San Fransisco, dan lainnya.
Para pengelola hotel-hotel ini tidak hanya menawarkan paket pelayanan tempat tinggal sementara, tetapi juga mulai menyediakan tempat pertemuan dan konferensi beserta perangkat teknologi terbaru, semacam telepon dan televisi.
Bahkan, pada akhir abad ke-19, muncul hotel-hotel dengan label khusus, misalkan hotel untuk business travellers semisal Ellsworth Milton Statler Hotel di New York yang didirikan tahun 1880. Hotel ini pun merupakan chain hotel alias jaringan hotel pertama di dunia.
Hotel mewah pun mulai bermunculan semisal Hotel Waldorf-Astoria (didirikan tahun 1896) di New York dan The Brown Palace di Denver, Colorado. Keduanya termasuk hotel dengan tingkat kunjungan tertinggi di Amerika masa itu.
Pada abad ke-20, khususnya setelah berakhirnya Perang Dunia I, jumlah hotel semakin meningkat seiring perkembangan alat-alat transportasi massal dan berkembangnya bisnis travel. Hotel-hotel baru ini banyak didirikan di sekitar pusat-pusat bisnis.
Hal lain yang turut mempengaruhi adalah berkembangnya dunia pariwisata yang kemudian melahirkan hotel-hotel resort yang menawarkan paket penginapan sekaligus akomodasi. Pada masa ini, sejak tahun 1920-an, sekolah-sekolah perhotelan pun mulai bermunculan di banyak tempat.
Pada masa berlangsungnya Perang Dunia ke-2, dan masa-masa sesudahnya, bisnis perhotelan berkembang pesat. Akan tetapi, pada masa itu hampir tidak ada hotel baru yang dibangun.
Para pengelola lebih memilih untuk mengembangkan hotel yang ada, baik dari segi fasilitas, kualitas pelayanan, dan manajemen, termasuk berpindahnya kepemilikan hotel dari pribadi ke dalam sebuah korporasi.
Dalam perkembangan selanjutnya, industri hotel-hotel besar di Amerika mulai melebarkan sayapnya ke luar negeri dengan menggunakan sistem franchise. Lahirlah jaringan hotel-hotel besar di bawah sebuah korporasi besar, semisal Hilton, Hyatt, JW Marriots, dan sebagainya.
Lokasi Didirikannya Hotel
Hal penting lainnya dari sejarah perkembangan hotel dunia lokasi didirikannya hotel tersebut. Selama masa kolonial, hotel-hotel biasanya dibangun di kota-kota pelabuhan.
Akan tetapi, pada akhir abad ke-18, seiring meningkatnya penggunaan gerbong kereta api, ada banyak rumah penginapan dan kedai-kedai yang didirikan di dekat stasiun kereta api. Kondisi ini kembali berubah.
Ketika mobil dan pesawat terbang telah menjadi alat transportasi massa, seperti saat sekarang, lokasi hotel pun tidak selalu dekat pelabuhan laut atau stasiun kereta api, tetapi di tempat-tempat lain yang mudah dijangkau alat transportasi, khususnya di pinggiran jalan-jalan raya utama.
Menurut beberapa literatur, sejarah hotel pada awalnya —lebih tepat disebut “penginapan”—terkait erat dengan dimulainya aktivitas manusia untuk bepergian ke tempat yang jauh dari tempat tinggalnya.
Hal ini mengakibatkan para pelancong membutuhkan tempat singgah untuk beristirahat dan mengisi perbekalan perjalanan. Dari sinilah muncul rumah penginapan terutama di tempat-tempat yang banyak dikunjungi orang.
Menurut beberapa sumber tertulis, pada masa Romawi telah muncul rumah-rumah penginapan yang disebut “mansiones” di sepanjang jalan-jalan utama kota yang disewakan untuk para pelancong. Mansiones sendiri berarti flat. Antara satu mansiones dengan mansiones lainnya biasanya berjarak hingga puluhan kilometer.
Pada masa-masa selanjutnya, ketika bepergian jauh semakin banyak dilakukan orang, khususnya untuk kegiatan dagang, ziarah, maupun aktivitas militer, rumah-rumah penginapan pun semakin banyak didirikan.
Di sepanjang jalur-jalur perdagangan dunia dan kota-kota kuno, seperti Yerusalem, Baghdad, Makkah, Cordoba, Roma, maupun Konstantinopel, ada banyak penginapan yang didirikan.
Persinggungan antara Barat dan Timur dalam Perang Salib (dimulai 1096 M) berperan penting dalam melahirkan kota-kota baru di sepanjang Asia Kecil, yaitu wilayah Turki yang memanjang ke Syiria dan akhirnya Palestina.
Di sepanjang jalur ini, ada banyak penginapan yang diperuntukkan bagi para prajurit dan para peziarah yang ingin berkunjung ke Palestina. Bahkan, pada Abad Pertengahan, kehadiran rumah-rumah penginapan ini mendapat dukungan dari otoritas gereja untuk kepentingan para peziarah.
Pada perkembangan selanjutnya, yaitu setelah Abad Pertengahan, rumah-rumah penginapan tidak hanya menyediakan fasilitas penginapan, tetapi juga mulai melengkapinya dengan fasilitas pendukung lainnya, semacam bar, salon, dan kedai makanan. Jumlah kamar pun mulai diperbanyak hingga mencapai puluhan.
Inilah yang kemudian menjadi cikal bakal lahirnya hotel dalam makna sebenarnya, yaitu gedung tempat singgah yang menyediakan fasilitas lengkap.
Lahirnya Hotel-Hotel Modern
Pada abad ke-18, di kota-kota besar Eropa dan Amerika, mulai bermunculan hotel-hotel yang menjadi awal lahirnya hotel-hotel modern.
Hotel Covent Garden yang dirikan tahun 1774 misalnya, selain memiliki fasilitas lengkap—untuk zamannya—dan jumlah kamar yang banyak, berdampingan langsung dengan bioskop dekat Westminsfer di London. Ada pula City Hotel di New York dengan kapasitas 170 kamar yang didirikan pada 1794.
Industri perhotelan berkembang pesat pada abad ke-19. Hotel-hotel modern mulai didirikan di banyak kota besar, semacam London, Paris, New York, Boston, San Fransisco, dan lainnya.
Para pengelola hotel-hotel ini tidak hanya menawarkan paket pelayanan tempat tinggal sementara, tetapi juga mulai menyediakan tempat pertemuan dan konferensi beserta perangkat teknologi terbaru, semacam telepon dan televisi.
Bahkan, pada akhir abad ke-19, muncul hotel-hotel dengan label khusus, misalkan hotel untuk business travellers semisal Ellsworth Milton Statler Hotel di New York yang didirikan tahun 1880. Hotel ini pun merupakan chain hotel alias jaringan hotel pertama di dunia.
Hotel mewah pun mulai bermunculan semisal Hotel Waldorf-Astoria (didirikan tahun 1896) di New York dan The Brown Palace di Denver, Colorado. Keduanya termasuk hotel dengan tingkat kunjungan tertinggi di Amerika masa itu.
Pada abad ke-20, khususnya setelah berakhirnya Perang Dunia I, jumlah hotel semakin meningkat seiring perkembangan alat-alat transportasi massal dan berkembangnya bisnis travel. Hotel-hotel baru ini banyak didirikan di sekitar pusat-pusat bisnis.
Hal lain yang turut mempengaruhi adalah berkembangnya dunia pariwisata yang kemudian melahirkan hotel-hotel resort yang menawarkan paket penginapan sekaligus akomodasi. Pada masa ini, sejak tahun 1920-an, sekolah-sekolah perhotelan pun mulai bermunculan di banyak tempat.
Pada masa berlangsungnya Perang Dunia ke-2, dan masa-masa sesudahnya, bisnis perhotelan berkembang pesat. Akan tetapi, pada masa itu hampir tidak ada hotel baru yang dibangun.
Para pengelola lebih memilih untuk mengembangkan hotel yang ada, baik dari segi fasilitas, kualitas pelayanan, dan manajemen, termasuk berpindahnya kepemilikan hotel dari pribadi ke dalam sebuah korporasi.
Dalam perkembangan selanjutnya, industri hotel-hotel besar di Amerika mulai melebarkan sayapnya ke luar negeri dengan menggunakan sistem franchise. Lahirlah jaringan hotel-hotel besar di bawah sebuah korporasi besar, semisal Hilton, Hyatt, JW Marriots, dan sebagainya.
Lokasi Didirikannya Hotel
Hal penting lainnya dari sejarah perkembangan hotel dunia lokasi didirikannya hotel tersebut. Selama masa kolonial, hotel-hotel biasanya dibangun di kota-kota pelabuhan.
Akan tetapi, pada akhir abad ke-18, seiring meningkatnya penggunaan gerbong kereta api, ada banyak rumah penginapan dan kedai-kedai yang didirikan di dekat stasiun kereta api. Kondisi ini kembali berubah.
Ketika mobil dan pesawat terbang telah menjadi alat transportasi massa, seperti saat sekarang, lokasi hotel pun tidak selalu dekat pelabuhan laut atau stasiun kereta api, tetapi di tempat-tempat lain yang mudah dijangkau alat transportasi, khususnya di pinggiran jalan-jalan raya utama.
awal mula muncul nya Tusuk Gigi
Tusuk gigi adalah sebatang kayu atau plastik yang digunakan untuk
menyingkirkan sisa-sisa makanan dari gigi, biasanya setelah makan.
Tusuk gigi biasanya mempunyai satu atau dua ujung yang tajam untuk disisipkan di antara gigi.
Tusuk gigi adalah alat yang sangat penting sehingga versi plastik alat ini dijadikan komponen dari pisau Swiss Army.
Asal Usul Sejarah TUSUK GIGI
Tusuk gigi telah ada selama ribuan tahun, mungkin sebagai alat tertua
untuk membersihkan gigi. Tusuk gigi dikenal di semua budaya. Sebelum
sikat gigi diciptakan, orang membersihkan giginya dengan kayu pembersih
gigi yang keras maupun lembut. Tusuk gigi yang terbuat dari perunggu
telah ditemukan di antara barang-barang yang dikuburkan dalam
makam-makam pra-sejarah di Italia Utara dan di Alpen Timur. Tusuk gigi
juga dikenal luas di Mesopotamia.
Konon sang tiran Agatokles dibunuh pada 289 SM melalui racun yang
bekerja lambat, yang ditaruh oleh seorang budak kesayangannya pada
sebatang tususk gigi.
Ada contoh-contoh tusuk gigi yang artistik dan halus dari bahan perak di
zaman kuno, atau dari kayu mastis di kalangan bangsa Romawi.
Pada abad ke-17 tusuk gigi dianggap barang mewah yang setara dengan
perhiasan permata. Mereka dibuat dari logam mulia dan dihiasi dengan
batu-batu berharga. Seringkali mereka dibuat secara artistik dan
dilapisi email.
Kini, dengan kemajuan ilmu kedokteran gigi modern, penggunaan tusuk gigi
agak ditolak, dan alat-alat bantu lainnya seperti benang gigi dan sikat
gigi lebih disukai. Namun karena terobosan mutakhir dalam teknologi
rasa, tusuk gigi tetap populer di kalangan banyak orang.
Negara bagian Maine di Amerika Serikat adalah produsen utama tusuk gigi.
Di Korea Selatan, untuk mendorong orang agar lebih ramah lingkungan,
beberapa perusahaan menciptakan tusuk gigi yang dapat dimakan. Tusuk
gigi ini dibuat dari ubi jalar, tampak jernih dan melunak perlahan-lahan
apabila terkena air panas.
Langganan:
Postingan (Atom)