“Hati-hati jika anda ingin melakukan aktivitas spesial dengan isteri anda!” Itu nasehat seorang ustadz dalam pengajian di suatu majelis taklim. Mereka yang hadir umumnya pasangan suami isteri (pasutri) muda, yang saat itu sedang menyimak materi tentang masalah-masalah keluarga. Sang Ustadz sengaja menyoroti masalah itu, lantaran menurutnya, masih banyak para pasutri yang kurang hati-hati ketika hendak bermesraan dengan pasangannya di rumah. Sehingga disadari atau tidak, tak jarang adegan “orang dewasa” mereka, terintip oleh anak-anak mereka yang sudah memiliki nalar cukup baik.
Urusan bermesra-mesraan dengan istri atau suami kita di dalam rumah, memang bukan sesuatu yang terlarang. Bahkan Islam memandang hal itu sebagai ibadah yang bernilai tinggi di sisi Allah ‘Azza wa Jalla. Hanya saja persoalannya, kapan “ibadah spesial” itu dilakukan. Artinya apakah tempat dan waktunya cukup aman dari pendengaran dan penglihatan anggota keluarga kita yang lain, terutama si buyung atau si upik yang usianya sudah mencapai usia 10 tahun?
Islam mengingatkan para pasutri untuk berhati-hati memperlihatkan atau mengisyaratkan, baik lewat visual maupun ucapan yang berkonotasi pada aktivitas seksual, walaupun di dalam rumah. Bila anak-anak di bawah umur tanpa sengaja melihat atau mendengar adegan atau suara “aneh” dari kamar orangtua mereka, tentu akan menimbulkan fantasi macam-macam dalam benak mereka. Ini tentunya beresiko. Bukan hanya anak-anak kemungkinan bisa tumbuh lebih “matang” dari usia yang sebenarnya. Tapi yang dikhawatirkan adalah, anak-anak itu akan mencoba-coba mengikuti atau bertingkah laku seperti apa yang ada dalam fantasinya.
Karena itulah Nabi shollallahu ‘alaihi wasallam (SAW) mengajarkan kita untuk memprotek anak-anak dari kemungkinan berbuat tidak senonoh lantaran terstimulan oleh penampilan kita, gambar, atau film-film berkonotasi seks. Nabi SAW dalam sebuah haditsnya mengingatkan;
”Perintahkanlah anak-anakmu mengerjakan sholat di kala mereka berumur tujuh tahun, dan pukullah mereka karena tidak mengerjakannya di kala mereka berumur 10 tahun. Dan pisahkanlah tempat tidurnya." (h.r Ahmad dan Abu Dawud dengan sanad hasan shahih atau hasan).
Pada hadits lain Rasulullah saw bersabda;
”Pukullah anak-anak karena meninggalkan shalat pada usia tujuh tahun. Pisahkanlah tempat tidurnya pada usia sembilan tahun. Dan kawinkanlah pada usia 17 tahun jika memungkinkan.”
Memisah tidur anak-anak yang telah berusia 9-10 tahun sebagaimana diperintah hadist di atas, itu penting. Hal ini menegaskan, betapa Islam mengisolir seketat-ketatnya anak-anak dari rangsangan atau fantasi-fantasi seksual. Baik itu yang diperlihatkan melalui media, maupun perilaku orangtua mereka sendiri.
Peringatan Nabi saw tersebut, harus dijaga kuat. Sebab pelanggaran terhadap ketentuan tersebut, akan sangat beresiko. Penyimpangan perilaku seksual bisa terjadi pada diri anak. Bentuk penyimpangan itu bisa secara nyata, misalnya dorongan untuk melakukan hubungan seksual dengan teman bermain, binatang, atau boneka. Bisa dalam bentuk perilaku-perilaku agresif, misal berkelahi atau menunjukkan keberanian meminum minuman keras di hadapan lawan jenisnya.
Kasus yang pernah terjadi di Surabaya beberapa tahun lalu, yakni seorang anak usia belasan tahun yang memperkosa ibu kandungnya, bisa dipahami melalui hadits ini. Demikian juga kejahatan-kejahatan seksual atau perbuatan asusila oleh remaja yang marak akhir-akhir ini, kiranya bisa menjadi parameter, sejauh mana kepedulian orangtua terhadap peringatan Nabi yang ma’shum itu.
Usia 9 atau 10 tahun merupakan titik usia yang rawan. Seorang perempuan bisa mencapai ‘aqil baligh pada usia ini dengan ditandai adanya menarche. Sementara pada anak laki-laki, jika kita menengok pada literatur, dua tahun berikutnya dia akan mengalami ihtilam (mimpi basah). Tetapi, untuk masa sekarang, tampaknya seorang anak laki-laki tak perlu menunggu usia 11 atau 12 tahun untuk menjadi muhtalim (orang yang mengalami mimpi indah).
Pada masa ini, bayangan-bayangan seksual mulai kuat-kuatnya mengganggu pikiran anak. Dalam diri mereka tumbuh dorongan yang meluap-luap untuk menyukai lawan jenisnya dan cenderung akan bersikap mesra terhadap temannya. Di saat yang sama, lantaran dorongan untuk mengalami kemesraan, ada jurang-jurang yang dapat menyimpangkan dorongan primitif mereka. Sehingga mereka menyukai sesama jenis misalnya. Itulah, kenapa Nabi mulia melarang anak tidur dalam satu sarung dengan sesama jenisnya.
Inilah masa anak-anak sedang bersemangat. Kemana semangat itu mengarah, sangat tergantung dari apa yang hadir di dalam benaknya. Apakah yang masuk ke dalam pikirannya berupa ajaran-ajaran suci Ilahi, atau justru iklan-iklan, filem, serta hiburan-hiburan cabul lainnya. Termasuk dalam hal ini adalah lagu-lagu berisi syair berkonotasi cabul.
Para orangtua perlu merenungkan hal ini, ketika kian maraknya “kenakalan” anak-anak. Termasuk juga kejahatan-kejahatan seksual yang mereka lakukan. Barangkali salah satu faktor penyebabnya adalah, karena kelalaian kita. Karena kita tidak memperhatikan lingkungan mereka di rumah, apalagi di luar. Sehingga anak-anak tumbuh berkembang sesuai dengan fantasi-fantasi liar yang mengepung pikirannya. Na’udzu billah min dzalik. Semoga Allah ‘Azza wa Jalla melindungi kita dan anak-anak kita dari mata dan perbuatan jahat kaum pendosa.
Kamis, 31 Oktober 2013
(Selalu) Hangatkan Cinta Anda
Mahligai cinta yang membingkai rumah tangga sepasang suami istri tak selamanya mampu dipertahankan keindahannya. Ia bukan sesuatu yang tak lekang dimakan waktu dan juga tak pudar terkikis dinamika kehidupan. Namun bukan tak mungkin keindahan itu menjadi abadi selamanya, tak terputus oleh perubahan masa dan bahkan tak terhenti oleh perpisahan yang tak mungkin dicegah kejadiannya. Cinta bukanlah sekedar mencium kening pasangan anda setiap pagi atau menjelang tidur, juga tak sebatas kehangatan malam yang diisi dengan riang canda kemesraan. Tidak juga hanya dengan menghadiahkan sesuatu bila dia ulang tahun. Tetapi, cinta lebih dari suatu komitmen yang membutuhkan pemikiran agar selalu bersemi diantara anda.
Berapapun usia pernikahan anda, bukan alasan untuk tidak senantiasa memberikan manisnya cinta terhadap pasangan anda atau membiarkan kehambaran mentaburi hari-hari anda bersamanya. Seiring waktu yang berjalan, sebanyak buah hati yang semakin besar, seharusnya juga semakin bertambah kehangatan cinta diantara sepasang suami istri, meski tidak jarang hidupnya hanya sebatas menikmati masa-masa tua. Karena justru, totalitas cinta anda kepada pasangan anda dimasa-masa tua akan semakin membuat pasangan anda tersenyum bangga (hingga ke dalam hati) bahwa ia tak pernah salah menjadikan anda pasangan hidupnya.
“Berpasangan engkau telah diciptakan, dan selamanya engkau akan berpasangan”. Begitulah sebagian jawaban sang Guru atas pertanyaan seorang aulia, Al Mitra, tentang perkawinan, seperti dituturkan penyair asal Libanon, Khalil Gibran dalam Sang Nabi. Hidup diyakini semakin punya warna dengan memiliki pasangan. Bukankah Allah telah mengumpulkan yang terserak untuk berpasang-pasangan?
Yang dituliskan Gibran bisa sangat tepat, hanya saja yang perlu diperhatikan adalah keadaan pasangan itu setelah perjalanan yang begitu banyak melalui riak, gelombang, onak dan duri, Masihkah komitmen dan pengorbanan yang diberikan seseorang terhadap pasangannya sama dengan yang pernah diberikannya saat pertama kali cinta bersemi, atau saat awal menapaki rumah tangga, dan berjanji saling setia. Masihkah kelembutan yang dulu dicurahkan dalam belaian-belaian kasih sayang, sama hangatnya dengan sentuhan pertama kali seorang kekasih terhadap disahkan sebagai pasangannya. Jawabannya tentu ada pada bagaimana seseorang itu menempatkan cinta agar senantiasa bersemi, berapapun usia pernikahan mereka.
Untuk itu perlu kiranya suatu pemikiran yang berkesinambungan dibangun oleh setiap pasangan tentang bagaimana caranya agar kehangatan cinta tetap melingkari setiap fase perjalanan rumah tangga, agar kelembutan kasih sayang menjadi dasar setiap gerak langkah bersama menuju kebahagiaan dan kedamaian kedamaian. Tidak berlebihan pula jika berharap cinta itu menjadi satu cinta yang tak terpisahkan.
Berikut beberapa tips untuk mempertahankan kehangatan cinta:
1. Menempatkan cinta kepada Allah diatas segala cinta terhadap apapun. Dan senantiasa meningkatkan cinta itu, karena Allah-lah yang Maha menganugerahkan cinta kepada orang-orang yang mencintai-Nya (QS. Al-Maidah:54). Maka ajaklah pasangan (dan seluruh anggota keluarga) untuk semakin mendekatkan diri pada-Nya, misalnya dengan membaca do’a Al Ma’surat bersama setelah qiyamullail.
2. Senantiasa berdo’a kepada Allah agar ditetapkan dalam keshalihan, yang karenanya rahmat, kasih sayang dan kedamaian tetap tercurahkan.
3. Ciptakan komunikasi yang selaras, berkesinambungan, mesra dengan mengkedepankan kaidah-kaidah berkomunikasi seperti, kata-kata yang benar, lemah lembut, mulia dan juga tidak melupakan aspek ketegasan sikap. Komunikasi yang demikian tentu menutup rapat celah-celah kecurigaan dan saling tidak percaya antar sesama.
4. Jadikan kamar/tempat pembaringan adalah tempat dimana segala curahan hati bisa tumpah namun tetap dalam koridor kehangatan dan kemesraan. Sehingga dalam kondisi apapun, semua masalah tetap bisa diselesaikan dengan kepala dingin dan hati yang tenang, dari sekedar lupa cium kening pagi ini, masalah uang belanja sampai soal perkelahian anak-anak tadi siang dengan teman bermainnya.
5. Gunakan waktu secara efektif dan efisien. Jangan sekali-kali menggunakan waktu keluarga (hari libur misalnya) untuk pekerjaan atau hal-hal yang mengganggu waktu keluarga. Karena dengan apapun anda mencoba membayarnya, kerugian yang diderita pasangan anda tidak akan pernah bisa terbayarkan, meskipun anda menggandakan kualitasnya pada hari libur berikutnya.
6. Cerahkan hari-hari dengan variasi, fantasi dan ‘warna-warni’ yang anda ciptakan khusus untuk pasangan anda. Letak aksesoris kamar yang berubah-ubah (terutama yang ringan-ringan), atau warna sprei dan aroma kamar yang menyegarkan. Itu didalam rumah, untuk aktifitas di luar rumah, biasakan secara rutin untuk sekedar jalan pagi bersama di hari minggu (libur) atau jika ada rezeki, sempatkan untuk berekreasi (tamasya).
7. Ciptakan juga hal-hal baru yang menceriakan hari bersamanya, misalnya dengan mencuci pakaian bersama, atau kerjabakti membersihkan rumah dihari libur. Cipratan air dan saling melempar lap pel dalam bingkai canda (dijamin) akan mampu meluluhkan kebekuan atau bongkah konflik yang mungkin saja (berpotensi) tumbuh tanpa disadari, mungkin tidak didiri anda tapi pasangan anda?
8. Jadikan setiap cobaan dan konflik yang ada sebagai bagian dari dinamika cinta, bukankah cinta itu tak selamanya ‘berwarna’ indah? Bahwa didalamnya juga bisa dirasakan pahitnya perjalanan yang dilakukan bersama, hal itu akan menyadarkan kita bahwa juga hidup akan selalu menampakkan warna-warni yang berbeda, bisa disukai bisa tidak, namun tetap harus dijalani. Ini seperti sepasang kekasih yang baru menikah, seringkali hanya menangkap sisi-sisi indah kehidupan tanpa peduli cobaan yang siap (pasti) menanti.
9. Tak salahnya mengenang selalu saat-saat indah bersama pasangan anda, kapanpun dan dimanapun, sendiri maupun berdua. Niscaya, hal itu akan semakin membuat anda bangga terhadap pasangan anda itu. Atau setidaknya mampu memaksa anda mengikhlaskan kesalahan yang pernah dibuat pasangan anda.
10. Mengingat-ingat kelebihan dan keistimewaan yang ada pada pasangan dan meminimalisir ingatan akan kesalahan dan keburukan yang mungkin (pernah) ada padanya. Insya Allah, indahnya cinta yang dulu bersemi pertama kali tetap anda rasakan saat ini, terlebih ditambah oleh ribuan kehangatan yang tercurah dari buah hati yang teramat mencintai anda berdua. Wallahu a’lam bishshowab (Abi Hufha)
Berapapun usia pernikahan anda, bukan alasan untuk tidak senantiasa memberikan manisnya cinta terhadap pasangan anda atau membiarkan kehambaran mentaburi hari-hari anda bersamanya. Seiring waktu yang berjalan, sebanyak buah hati yang semakin besar, seharusnya juga semakin bertambah kehangatan cinta diantara sepasang suami istri, meski tidak jarang hidupnya hanya sebatas menikmati masa-masa tua. Karena justru, totalitas cinta anda kepada pasangan anda dimasa-masa tua akan semakin membuat pasangan anda tersenyum bangga (hingga ke dalam hati) bahwa ia tak pernah salah menjadikan anda pasangan hidupnya.
“Berpasangan engkau telah diciptakan, dan selamanya engkau akan berpasangan”. Begitulah sebagian jawaban sang Guru atas pertanyaan seorang aulia, Al Mitra, tentang perkawinan, seperti dituturkan penyair asal Libanon, Khalil Gibran dalam Sang Nabi. Hidup diyakini semakin punya warna dengan memiliki pasangan. Bukankah Allah telah mengumpulkan yang terserak untuk berpasang-pasangan?
Yang dituliskan Gibran bisa sangat tepat, hanya saja yang perlu diperhatikan adalah keadaan pasangan itu setelah perjalanan yang begitu banyak melalui riak, gelombang, onak dan duri, Masihkah komitmen dan pengorbanan yang diberikan seseorang terhadap pasangannya sama dengan yang pernah diberikannya saat pertama kali cinta bersemi, atau saat awal menapaki rumah tangga, dan berjanji saling setia. Masihkah kelembutan yang dulu dicurahkan dalam belaian-belaian kasih sayang, sama hangatnya dengan sentuhan pertama kali seorang kekasih terhadap disahkan sebagai pasangannya. Jawabannya tentu ada pada bagaimana seseorang itu menempatkan cinta agar senantiasa bersemi, berapapun usia pernikahan mereka.
Untuk itu perlu kiranya suatu pemikiran yang berkesinambungan dibangun oleh setiap pasangan tentang bagaimana caranya agar kehangatan cinta tetap melingkari setiap fase perjalanan rumah tangga, agar kelembutan kasih sayang menjadi dasar setiap gerak langkah bersama menuju kebahagiaan dan kedamaian kedamaian. Tidak berlebihan pula jika berharap cinta itu menjadi satu cinta yang tak terpisahkan.
Berikut beberapa tips untuk mempertahankan kehangatan cinta:
1. Menempatkan cinta kepada Allah diatas segala cinta terhadap apapun. Dan senantiasa meningkatkan cinta itu, karena Allah-lah yang Maha menganugerahkan cinta kepada orang-orang yang mencintai-Nya (QS. Al-Maidah:54). Maka ajaklah pasangan (dan seluruh anggota keluarga) untuk semakin mendekatkan diri pada-Nya, misalnya dengan membaca do’a Al Ma’surat bersama setelah qiyamullail.
2. Senantiasa berdo’a kepada Allah agar ditetapkan dalam keshalihan, yang karenanya rahmat, kasih sayang dan kedamaian tetap tercurahkan.
3. Ciptakan komunikasi yang selaras, berkesinambungan, mesra dengan mengkedepankan kaidah-kaidah berkomunikasi seperti, kata-kata yang benar, lemah lembut, mulia dan juga tidak melupakan aspek ketegasan sikap. Komunikasi yang demikian tentu menutup rapat celah-celah kecurigaan dan saling tidak percaya antar sesama.
4. Jadikan kamar/tempat pembaringan adalah tempat dimana segala curahan hati bisa tumpah namun tetap dalam koridor kehangatan dan kemesraan. Sehingga dalam kondisi apapun, semua masalah tetap bisa diselesaikan dengan kepala dingin dan hati yang tenang, dari sekedar lupa cium kening pagi ini, masalah uang belanja sampai soal perkelahian anak-anak tadi siang dengan teman bermainnya.
5. Gunakan waktu secara efektif dan efisien. Jangan sekali-kali menggunakan waktu keluarga (hari libur misalnya) untuk pekerjaan atau hal-hal yang mengganggu waktu keluarga. Karena dengan apapun anda mencoba membayarnya, kerugian yang diderita pasangan anda tidak akan pernah bisa terbayarkan, meskipun anda menggandakan kualitasnya pada hari libur berikutnya.
6. Cerahkan hari-hari dengan variasi, fantasi dan ‘warna-warni’ yang anda ciptakan khusus untuk pasangan anda. Letak aksesoris kamar yang berubah-ubah (terutama yang ringan-ringan), atau warna sprei dan aroma kamar yang menyegarkan. Itu didalam rumah, untuk aktifitas di luar rumah, biasakan secara rutin untuk sekedar jalan pagi bersama di hari minggu (libur) atau jika ada rezeki, sempatkan untuk berekreasi (tamasya).
7. Ciptakan juga hal-hal baru yang menceriakan hari bersamanya, misalnya dengan mencuci pakaian bersama, atau kerjabakti membersihkan rumah dihari libur. Cipratan air dan saling melempar lap pel dalam bingkai canda (dijamin) akan mampu meluluhkan kebekuan atau bongkah konflik yang mungkin saja (berpotensi) tumbuh tanpa disadari, mungkin tidak didiri anda tapi pasangan anda?
8. Jadikan setiap cobaan dan konflik yang ada sebagai bagian dari dinamika cinta, bukankah cinta itu tak selamanya ‘berwarna’ indah? Bahwa didalamnya juga bisa dirasakan pahitnya perjalanan yang dilakukan bersama, hal itu akan menyadarkan kita bahwa juga hidup akan selalu menampakkan warna-warni yang berbeda, bisa disukai bisa tidak, namun tetap harus dijalani. Ini seperti sepasang kekasih yang baru menikah, seringkali hanya menangkap sisi-sisi indah kehidupan tanpa peduli cobaan yang siap (pasti) menanti.
9. Tak salahnya mengenang selalu saat-saat indah bersama pasangan anda, kapanpun dan dimanapun, sendiri maupun berdua. Niscaya, hal itu akan semakin membuat anda bangga terhadap pasangan anda itu. Atau setidaknya mampu memaksa anda mengikhlaskan kesalahan yang pernah dibuat pasangan anda.
10. Mengingat-ingat kelebihan dan keistimewaan yang ada pada pasangan dan meminimalisir ingatan akan kesalahan dan keburukan yang mungkin (pernah) ada padanya. Insya Allah, indahnya cinta yang dulu bersemi pertama kali tetap anda rasakan saat ini, terlebih ditambah oleh ribuan kehangatan yang tercurah dari buah hati yang teramat mencintai anda berdua. Wallahu a’lam bishshowab (Abi Hufha)
AKAL SETIPIS RAMBUTNYA
Jangankan lelaki biasa, Nabi pun terasa sunyi tanpa wanita. Tanpa
mereka, hati, fikiran, perasaan lelaki akan resah. Masih mencari walaupun
sudah ada segala - galanya. Apalagi yang tidak ada di syurga, namun Nabi Adam a.s.
tetap merindukan siti hawa.
Kepada wanitalah lelaki memanggil ibu, istri atau puteri. Dijadikan mereka dari tulang rusuk yang bengkok untuk diluruskan oleh lelaki, tetapi kalau lelaki sendiri yang tidak lurus, tidak mungkin mampu hendak meluruskan mereka.
Tak logis kayu yang bengkok menghasilkan bayang-bayang yang lurus.
Luruskanlah wanita dengan cara petunjuk Allah, karena mereka diciptakan
begitu rupa oleh mereka. Didiklah mereka dengan panduan dariNya:
JANGAN COBA JINAKKAN MEREKA DENGAN HARTA, NANTI MEREKA SEMAKIN LIAR, JANGAN
HIBURKAN MEREKA DENGAN KECANTIKAN, NANTI MEREKA SEMAKIN MENDERITA,
Yang sementara itu tidak akan menyelesaikan masalah, Kenalkan mereka
kepada Allah, zat yang kekal, disitulah kuncinya. AKAL SETIPIS RAMBUTNYA,
TEBALKAN DENGAN ILMU, HATI SERAPUH KACA, KUATKAN DENGAN IMAN, PERASAAN
SELEMBUT SUTERA, HIASILAH DENGAN AKHLAK .
Suburkanlah karena dari situlah nanti mereka akan nampak penilaian dan
keadilan Tuhan. Akan terhibur dan berbahagialah mereka, walaupun tidak jadi
ratu cantik dunia, presiden ataupun perdana mentri negara atau women gladiator.
Bisikkan ke telinga mereka bahwa kelembutan bukan suatu kelemahan. Itu bukan
diskriminasi Tuhan. Sebaliknya, disitulah kasih sayang Tuhan, karena rahim
wanita yang lembut itulah yang mengandungkan lelaki2 wajah: negarawan, karyawan,
jutawan dan wan-wan lain. Wanita yang lupa hakikat kejadiannya, pasti tidak
terhibur dan tidak menghiburkan. Tanpa ilmu, iman dan akhlak, mereka bukan saja tidak bisa diluruskan, bahkan mereka pula membengkokkan.
LEBIH BANYAK LELAKI YANG DIRUSAKKAN OLEH PEREMPUAN DARIPADA PEREMPUAN YANG DIRUSAKKAN OLEH LELAKI. SEBODOH-BODOH PEREMPUAN PUN BISA MENUNDUKKAN SEPANDAI-PANDAI LELAKI.
Itulah akibatnya apabila wanita tidak kenal Tuhan, mereka tidak akan kenal diri mereka sendiri, apalagi mengenal lelaki. Kini bukan saja banyak boss telah kehilangan secretary, bahkan anakpun akan kehilangan ibu, suami kehilangan istri dan bapak akan kehilangan puteri. Bila wanita durhaka dunia akan huru-hara. Bila tulang rusuk patah, rusaklah jantung, hati dan limpa. Para lelaki pula jangan hanya mengharap ketaatan tetapi binalah kepemimpinan.
Pastikan sebelum memimpin wanita menuju Allah PIMPINLAH DIRI SENDIRI DAHULU KEPADA-NYA. jinakan diri dengan Allah, niscaya jinaklah segala-galanya dibawah pimpinan kita.
JANGAN MENGHARAP ISTRI SEPERTI SITI FATIMAH, KALAU PRIBADI BELUM LAGI SEPERTI SAYIDINA ALI
mereka, hati, fikiran, perasaan lelaki akan resah. Masih mencari walaupun
sudah ada segala - galanya. Apalagi yang tidak ada di syurga, namun Nabi Adam a.s.
tetap merindukan siti hawa.
Kepada wanitalah lelaki memanggil ibu, istri atau puteri. Dijadikan mereka dari tulang rusuk yang bengkok untuk diluruskan oleh lelaki, tetapi kalau lelaki sendiri yang tidak lurus, tidak mungkin mampu hendak meluruskan mereka.
Tak logis kayu yang bengkok menghasilkan bayang-bayang yang lurus.
Luruskanlah wanita dengan cara petunjuk Allah, karena mereka diciptakan
begitu rupa oleh mereka. Didiklah mereka dengan panduan dariNya:
JANGAN COBA JINAKKAN MEREKA DENGAN HARTA, NANTI MEREKA SEMAKIN LIAR, JANGAN
HIBURKAN MEREKA DENGAN KECANTIKAN, NANTI MEREKA SEMAKIN MENDERITA,
Yang sementara itu tidak akan menyelesaikan masalah, Kenalkan mereka
kepada Allah, zat yang kekal, disitulah kuncinya. AKAL SETIPIS RAMBUTNYA,
TEBALKAN DENGAN ILMU, HATI SERAPUH KACA, KUATKAN DENGAN IMAN, PERASAAN
SELEMBUT SUTERA, HIASILAH DENGAN AKHLAK .
Suburkanlah karena dari situlah nanti mereka akan nampak penilaian dan
keadilan Tuhan. Akan terhibur dan berbahagialah mereka, walaupun tidak jadi
ratu cantik dunia, presiden ataupun perdana mentri negara atau women gladiator.
Bisikkan ke telinga mereka bahwa kelembutan bukan suatu kelemahan. Itu bukan
diskriminasi Tuhan. Sebaliknya, disitulah kasih sayang Tuhan, karena rahim
wanita yang lembut itulah yang mengandungkan lelaki2 wajah: negarawan, karyawan,
jutawan dan wan-wan lain. Wanita yang lupa hakikat kejadiannya, pasti tidak
terhibur dan tidak menghiburkan. Tanpa ilmu, iman dan akhlak, mereka bukan saja tidak bisa diluruskan, bahkan mereka pula membengkokkan.
LEBIH BANYAK LELAKI YANG DIRUSAKKAN OLEH PEREMPUAN DARIPADA PEREMPUAN YANG DIRUSAKKAN OLEH LELAKI. SEBODOH-BODOH PEREMPUAN PUN BISA MENUNDUKKAN SEPANDAI-PANDAI LELAKI.
Itulah akibatnya apabila wanita tidak kenal Tuhan, mereka tidak akan kenal diri mereka sendiri, apalagi mengenal lelaki. Kini bukan saja banyak boss telah kehilangan secretary, bahkan anakpun akan kehilangan ibu, suami kehilangan istri dan bapak akan kehilangan puteri. Bila wanita durhaka dunia akan huru-hara. Bila tulang rusuk patah, rusaklah jantung, hati dan limpa. Para lelaki pula jangan hanya mengharap ketaatan tetapi binalah kepemimpinan.
Pastikan sebelum memimpin wanita menuju Allah PIMPINLAH DIRI SENDIRI DAHULU KEPADA-NYA. jinakan diri dengan Allah, niscaya jinaklah segala-galanya dibawah pimpinan kita.
JANGAN MENGHARAP ISTRI SEPERTI SITI FATIMAH, KALAU PRIBADI BELUM LAGI SEPERTI SAYIDINA ALI
Air Mata Ibu
Ibu menangis. Air mata mengucur di pipinya yang cekung. Ketika itu aku
baru selesai berdzikir setelah mengimaminya. Tasbih ditangannya terus
berputar, bersama dzikir yang terus terlantun dari bibirnya. Ibu khusyuk
dalam isak dan deraian air mata. "Kenapa Ibu menangis?" pertanyaan itu terpaksa kusimpan. Aku tidak akan mengganggu Ibu yang masih khusyuk dengan dzikir. Aku memikirkan berbagai kemungkinan penyebab menangisnya Ibu. Mungkinkah kematian Bapak? Tapi, bukankah kematian Bapak sudah lama sekali? Sudah lima tahun. Atau karena tanah kuburan Bapak yang tidak mendapat izin untuk dibeton dan hanya boleh didirikan batu nisan. Hal itu tidak akan membuat Ibu menangis. Aku sangat mengenal Ibu. Ibu paling tidak menyukai hal-hal yang berbau kemewahan. Ibu selalu ingin menginginkan kesederhanaan.
Kenapa Ibu menangis? Sayang aku sangat jarang pulang dan tidak bertemu Ibu
setiap hari. Hingga aku kurang mengetahui keadaan Ibu belakangan ini.
Mungkin ada suatu persoalan yang membebaninya....
Bertengkar dengan seseorang? Ah rasanya tidak. Setahuku Ibu tidak punya
musuh. Ia selalu mengalah setiap kali berbenturan dengan orang lain. Ibu
lebih banyak diam daripada mengomel. Tidak mungkin rasanya Ibu bertengkar
dengan orang lain, karena memang itu bukan kebiasaan Ibu. Tapi kenapa Ibu menangis? Ibu belum juga selesai berdzikir. Aku sudah selesai sejak lima menit lalu. Aku sudah berdoa, mohonkan ampun atas dosa Ibu dan Bapak yang telah mengasuhku sejak kecil. Ibu belum juga usai. Aku berdiri dan meninggalkan Ibu sendirian di ruang shalat dengan tetap
menyimpan pertanyaan, kenapa Ibu menangis? Kutunggu Ibu di
ruang makan. Bukankah Ibu selalu khusyuk dalam shalat? Kembali aku dibayang
berbagai kemungkinan. Bukankah Ibu tidak pernah lupa mendirikan shalat,
mengaji dan berdzikir? Bukankah Ibu paling senang mendengarkan ceramah di
masjid? Bukankah Ibu juga tidak melewatkan acara wirid? Bukankah Ibu
sudah cukup punya bekal untuk menghadapi segala cobaan...
Tapi kenapa Ibu sampai menangis? Karena aku mengimami Ibukah? Mustahil! Bukan sekali ini saja aku mengimami Ibu. Sudah berulang kali. Hampir setiap kali pulang ke rumah aku mengimami Ibu, terutama saat shalat maghrib dan isya. Ibu sudah berumur tujuhpuluh tahun lebih. Tujuh orang anak
merupakan berkah yang selalu disyukurinya dan kami semua kini sudah
besar. Aku yang bungsu sudah duduk di perguruan tinggi. Aneh rasanya kalau Ibu masih bersedih hati diusianya yang senja ini. Seharusnya Ibu banyak
tertawa dan bercanda bersama cucu-cucunya. Bukankah cucu-cucunya selalalu
bersamanya setiap hari? "Sudah makan Yung?" tanya Ibu mengagetkanku. Ibu muncul dengan senyum mengembang. Tak kulihat bekas tangisan di wajahnya. Mungkin sudah dihapus.
"Belum Bu, Ayung menunggu Ibu."
"Ibu sudah makan."
"Kapan? Bukankah hidangan ini belum disentuh siapapun? Ayolah
Bu, Ayung sudah rindu ingin makan bersama Ibu."
"Makanlah!" kata Ibu sambil menarik kursi. Aku pun mulai
menyanduk nasi dan mengambil beberapa sendok sambal. Tapi Ibu tetap saja
tidak makan nasi. Ia hanya mengambil panganan dan memakannya."Bagaimana
kuliahmu?"
"Alhamdulillah Bu, berkat doa Ibu."
"Belanja harianmu bagaimana?" pertanyaan yang tidak pernah
kuinginkan ini selalu meluncur dari bibir Ibu. Pertanyaan itu kurasakan bagai keluhan dalam hidup. Kuakui selama kuliah aku harus berusaha dan
bekerja keras untuk memenuhi kebutuhanku sehari-hari. Uang kost, transport
dan kebutuhan kuliah. Memang, yang namanya usaha kadang-kadang dapat, kadang
tidak. Ketika dapat alhamdulillah. Aku bisa makan dan membeli kebutuhan
lain. Jika tidak, maka mau tidak mau aku aku harus puasa. Hal ini
yang sering aku alami. Tapi persoalan ini tidak pernah kuceritakan kepada
siapapun, termasuk Ibu dan saudara-saudaraku. Aku takut terlalu banyak
mengeluh.
"Alhamdulillah, Tuhan masih memberikan rejeki Bu," selalu kujawab begitu. Biasanya Ibu tidak akan bertanya lagi setelah itu. "Bu!" sapaku ketika Ibu terdiam. "Mmm," jawab Ibu. "Kenapa seusai shalat tadi Ibu menangis?" Ibu terdiam mendengar pertanyaanku. "Ayung cemas melihat Ibu menangis. Ibu masih diam. Aku menyelesaikan suapanku, setelah itu membasuh tangan dan melapnya dengan serbet. Ibu masih diam, tapi di matanya kulihat airmata mulai berlinang. Setelah itu berceritalah Ibu. Seminggu yang lalu di surau Balenggek tempat Ibu selalu sembahyang berjama'ah, ada ceramah agama mingguan. Ketika itu penceramahnya datang dari luar daerah. Ibu mengikuti ceramah tentang anak yang berbakti kepada orang tua dan anak yang shalih..
"Anak-anak yang shalihlah yang menyelamatkan orang tuanya dari api
neraka, karena doa anak yang shalih sangat didengar oleh Allah swt," kata
ustad. " Tapi sebaliknya orang tua tidak selamat dari api neraka jika
anak yang dididiknya tidak mampu menjalankan ibadah dan tidak pandai
membaca Alquran.
"Walaupun orang tuanya sendiri taat beribadah?" tanya Ibu waktu
itu. "Ya, apa artinya kita taat tapi tidak membuat anak taat kepada
Tuhannya. Apalagi sampai tidak bisa sembahyang dan mengaji, anak yang
jauh dari perintah Allah dan mendekati laranganNya. Maka orang tuanya di
akhirat akan ditanya tentang anak-anaknya. Maka sia-sialah ketaatan
orang tua jika di akhirat nanti anak mengakui dirinya tidak dididik oleh
orang tuanya untuk taat beribadah. Tidak pernah menegur, memukul bahkan
menamparnya, jika lalai menjalankan perintah agama." Ketika itu Ibu menyadari apa yang sudah dilakukannya selama
ini. Ibu ingat Jai, Jou, Han dan Fai. Saat itulah Ibu merasa hidup dan
ketaatannya selama ini tak berarti sama sekali. Sejak itu Ibu banyak diam dan melamun. Anak-anaknya sampai sekarang tidak pernah membaca Alquran di
rumah dan jarang sembahyang, bahkan tidak pernah sama sekali. Ibu merasa
bersalah setelah mendengar ceramah itu. Ibu menyadari bahwa ia tidak
mendidik anak-anaknya sesuai ajaran agama. Ibu selalu tidak tega
memarahi anaknya, dan melihat anaknya menangis, apalagi kalau ada yang murung dan kesal.
Mungkin itulah sebabnya anak-anak Ibu banyak yang tidak dapat
membaca Alquran Ibu tidak pernah tega memaksa mereka untuk belajar
Ibupun tidak marah. Bukankah ini berarti Ibu tidak sanggup mendidik anak.
Bukankah Ibu gagal menjadi orang tua? "Tapi Bu, bukankah Ayung selalu taat sembahyang dan membaca Alquran? Dan Ayung selalu berdoa untuk Ibu dan Bapak? Lantas apa artinya usaha Ayung selama ini Bu?" kataku kepada Ibu.
"Terima kasih Yung, Ibu sangat bangga padamu. Ibu senang kamu
mampu menjadi imam untuk Ibu. Ibu pun selalu berdoa untukmu. Yang Ibu
pikirkan adalah kakak-kakakmu yang tidak mampu membaca Alquran dan
tidak menjalankan shalat."
Kuakui selama ini memang hanya aku dan ibu yang shalat berjama'ah, walaupun sebenarnya kakak-kakakmu sedang berada di ruamh. Mereka lebih
suka duduk di lapau dan sepertinya tidak menghiraukan panggilan
azan yang berkumandang dari masjid. Dan Ibu tidak pernah menegur hal
itu. Aku pun tidak pernah mempersoalkan mereka. Sementara aku merasa takut,
selain karena lebih kecil juga karena aku takut menca mpuri urusan mereka.
"Itulah Yung. Ibu merasa sedih. Kamulah satu-satunya anak Ibu yang
taat, yang mengimami Ibu, walaupun kamu yang terkecil. Entahlah.. Ibu
sudah semakin tua, ajal sudah di ambang pintu. Ternyata Ibu masih
meninggalkan banyak pekerjaan yang tidak selesai, ternyata Ibu tidak mampu
mendidik kalian dan kalian ternyata tidak bisa mendidik diri sendiri,"
kata Ibu terisak.
Air mataku mengalir tanpa terasa. "Ada apa? Kok Ibu menangis? Ini pasti ulah kamu Yung! Kamu tidak henti-hentinya membuat Ibu sedih, dan menangis. Tahukah kamu bahwa membuat orang tua bersedih hatinya itu dosa?" Tiba-tiba Han kakakku yang nomor tiga datang dan memarahiku. "Sebagai anak laki-laki kamu jangan terus-terusan bersama Ibu, itu cengeng namanya. Lihat tuh di lepau orang-orang ramai. Duduklah di sana biar orang tahu bahwa kita bermasyarakat. Bukan dalam rumah," katanya lagi sambil menekan kepalaku.
"Jangan kasar begitu pada adikmu Han. Ia kan baru sele...,"
"Kalau tidak seperti itu, ia akan lembek seperti perempuan Bu,
yang duduknya cuma di dapur." "Tapi ia kan masih kuliah." "Aah. Ibu selalu membelanya, mentang-mentang ia kuliah. Walaupun
Han tidak pernah kuliah, Han ini anak Ibu. Sekurang ajar apapun aku yang
melahirkan Han adalah Ibu. Tapi kenapa dia, Ibu perlakukan berbeda dengan
Han?" Han menunjuk-nunjuk diriku. Mendapat serangan kata-kata seperti itu, Ibu menangis lagi. Aku hanya terdiam terpana ketika Han kemudian berlalu dan tidak menghiraukan tangis Ibu. Air mata Ibu mengalir lagi. Ingin aku menghapusnya, tapi bagamana dengan kesedihannya? Allahummaghfirli waliwalidayya warhamhuma, kamarabbayana saghiraa. Amin. Hanya itu yang mampu kulakukan.*
baru selesai berdzikir setelah mengimaminya. Tasbih ditangannya terus
berputar, bersama dzikir yang terus terlantun dari bibirnya. Ibu khusyuk
dalam isak dan deraian air mata. "Kenapa Ibu menangis?" pertanyaan itu terpaksa kusimpan. Aku tidak akan mengganggu Ibu yang masih khusyuk dengan dzikir. Aku memikirkan berbagai kemungkinan penyebab menangisnya Ibu. Mungkinkah kematian Bapak? Tapi, bukankah kematian Bapak sudah lama sekali? Sudah lima tahun. Atau karena tanah kuburan Bapak yang tidak mendapat izin untuk dibeton dan hanya boleh didirikan batu nisan. Hal itu tidak akan membuat Ibu menangis. Aku sangat mengenal Ibu. Ibu paling tidak menyukai hal-hal yang berbau kemewahan. Ibu selalu ingin menginginkan kesederhanaan.
Kenapa Ibu menangis? Sayang aku sangat jarang pulang dan tidak bertemu Ibu
setiap hari. Hingga aku kurang mengetahui keadaan Ibu belakangan ini.
Mungkin ada suatu persoalan yang membebaninya....
Bertengkar dengan seseorang? Ah rasanya tidak. Setahuku Ibu tidak punya
musuh. Ia selalu mengalah setiap kali berbenturan dengan orang lain. Ibu
lebih banyak diam daripada mengomel. Tidak mungkin rasanya Ibu bertengkar
dengan orang lain, karena memang itu bukan kebiasaan Ibu. Tapi kenapa Ibu menangis? Ibu belum juga selesai berdzikir. Aku sudah selesai sejak lima menit lalu. Aku sudah berdoa, mohonkan ampun atas dosa Ibu dan Bapak yang telah mengasuhku sejak kecil. Ibu belum juga usai. Aku berdiri dan meninggalkan Ibu sendirian di ruang shalat dengan tetap
menyimpan pertanyaan, kenapa Ibu menangis? Kutunggu Ibu di
ruang makan. Bukankah Ibu selalu khusyuk dalam shalat? Kembali aku dibayang
berbagai kemungkinan. Bukankah Ibu tidak pernah lupa mendirikan shalat,
mengaji dan berdzikir? Bukankah Ibu paling senang mendengarkan ceramah di
masjid? Bukankah Ibu juga tidak melewatkan acara wirid? Bukankah Ibu
sudah cukup punya bekal untuk menghadapi segala cobaan...
Tapi kenapa Ibu sampai menangis? Karena aku mengimami Ibukah? Mustahil! Bukan sekali ini saja aku mengimami Ibu. Sudah berulang kali. Hampir setiap kali pulang ke rumah aku mengimami Ibu, terutama saat shalat maghrib dan isya. Ibu sudah berumur tujuhpuluh tahun lebih. Tujuh orang anak
merupakan berkah yang selalu disyukurinya dan kami semua kini sudah
besar. Aku yang bungsu sudah duduk di perguruan tinggi. Aneh rasanya kalau Ibu masih bersedih hati diusianya yang senja ini. Seharusnya Ibu banyak
tertawa dan bercanda bersama cucu-cucunya. Bukankah cucu-cucunya selalalu
bersamanya setiap hari? "Sudah makan Yung?" tanya Ibu mengagetkanku. Ibu muncul dengan senyum mengembang. Tak kulihat bekas tangisan di wajahnya. Mungkin sudah dihapus.
"Belum Bu, Ayung menunggu Ibu."
"Ibu sudah makan."
"Kapan? Bukankah hidangan ini belum disentuh siapapun? Ayolah
Bu, Ayung sudah rindu ingin makan bersama Ibu."
"Makanlah!" kata Ibu sambil menarik kursi. Aku pun mulai
menyanduk nasi dan mengambil beberapa sendok sambal. Tapi Ibu tetap saja
tidak makan nasi. Ia hanya mengambil panganan dan memakannya."Bagaimana
kuliahmu?"
"Alhamdulillah Bu, berkat doa Ibu."
"Belanja harianmu bagaimana?" pertanyaan yang tidak pernah
kuinginkan ini selalu meluncur dari bibir Ibu. Pertanyaan itu kurasakan bagai keluhan dalam hidup. Kuakui selama kuliah aku harus berusaha dan
bekerja keras untuk memenuhi kebutuhanku sehari-hari. Uang kost, transport
dan kebutuhan kuliah. Memang, yang namanya usaha kadang-kadang dapat, kadang
tidak. Ketika dapat alhamdulillah. Aku bisa makan dan membeli kebutuhan
lain. Jika tidak, maka mau tidak mau aku aku harus puasa. Hal ini
yang sering aku alami. Tapi persoalan ini tidak pernah kuceritakan kepada
siapapun, termasuk Ibu dan saudara-saudaraku. Aku takut terlalu banyak
mengeluh.
"Alhamdulillah, Tuhan masih memberikan rejeki Bu," selalu kujawab begitu. Biasanya Ibu tidak akan bertanya lagi setelah itu. "Bu!" sapaku ketika Ibu terdiam. "Mmm," jawab Ibu. "Kenapa seusai shalat tadi Ibu menangis?" Ibu terdiam mendengar pertanyaanku. "Ayung cemas melihat Ibu menangis. Ibu masih diam. Aku menyelesaikan suapanku, setelah itu membasuh tangan dan melapnya dengan serbet. Ibu masih diam, tapi di matanya kulihat airmata mulai berlinang. Setelah itu berceritalah Ibu. Seminggu yang lalu di surau Balenggek tempat Ibu selalu sembahyang berjama'ah, ada ceramah agama mingguan. Ketika itu penceramahnya datang dari luar daerah. Ibu mengikuti ceramah tentang anak yang berbakti kepada orang tua dan anak yang shalih..
"Anak-anak yang shalihlah yang menyelamatkan orang tuanya dari api
neraka, karena doa anak yang shalih sangat didengar oleh Allah swt," kata
ustad. " Tapi sebaliknya orang tua tidak selamat dari api neraka jika
anak yang dididiknya tidak mampu menjalankan ibadah dan tidak pandai
membaca Alquran.
"Walaupun orang tuanya sendiri taat beribadah?" tanya Ibu waktu
itu. "Ya, apa artinya kita taat tapi tidak membuat anak taat kepada
Tuhannya. Apalagi sampai tidak bisa sembahyang dan mengaji, anak yang
jauh dari perintah Allah dan mendekati laranganNya. Maka orang tuanya di
akhirat akan ditanya tentang anak-anaknya. Maka sia-sialah ketaatan
orang tua jika di akhirat nanti anak mengakui dirinya tidak dididik oleh
orang tuanya untuk taat beribadah. Tidak pernah menegur, memukul bahkan
menamparnya, jika lalai menjalankan perintah agama." Ketika itu Ibu menyadari apa yang sudah dilakukannya selama
ini. Ibu ingat Jai, Jou, Han dan Fai. Saat itulah Ibu merasa hidup dan
ketaatannya selama ini tak berarti sama sekali. Sejak itu Ibu banyak diam dan melamun. Anak-anaknya sampai sekarang tidak pernah membaca Alquran di
rumah dan jarang sembahyang, bahkan tidak pernah sama sekali. Ibu merasa
bersalah setelah mendengar ceramah itu. Ibu menyadari bahwa ia tidak
mendidik anak-anaknya sesuai ajaran agama. Ibu selalu tidak tega
memarahi anaknya, dan melihat anaknya menangis, apalagi kalau ada yang murung dan kesal.
Mungkin itulah sebabnya anak-anak Ibu banyak yang tidak dapat
membaca Alquran Ibu tidak pernah tega memaksa mereka untuk belajar
Ibupun tidak marah. Bukankah ini berarti Ibu tidak sanggup mendidik anak.
Bukankah Ibu gagal menjadi orang tua? "Tapi Bu, bukankah Ayung selalu taat sembahyang dan membaca Alquran? Dan Ayung selalu berdoa untuk Ibu dan Bapak? Lantas apa artinya usaha Ayung selama ini Bu?" kataku kepada Ibu.
"Terima kasih Yung, Ibu sangat bangga padamu. Ibu senang kamu
mampu menjadi imam untuk Ibu. Ibu pun selalu berdoa untukmu. Yang Ibu
pikirkan adalah kakak-kakakmu yang tidak mampu membaca Alquran dan
tidak menjalankan shalat."
Kuakui selama ini memang hanya aku dan ibu yang shalat berjama'ah, walaupun sebenarnya kakak-kakakmu sedang berada di ruamh. Mereka lebih
suka duduk di lapau dan sepertinya tidak menghiraukan panggilan
azan yang berkumandang dari masjid. Dan Ibu tidak pernah menegur hal
itu. Aku pun tidak pernah mempersoalkan mereka. Sementara aku merasa takut,
selain karena lebih kecil juga karena aku takut menca mpuri urusan mereka.
"Itulah Yung. Ibu merasa sedih. Kamulah satu-satunya anak Ibu yang
taat, yang mengimami Ibu, walaupun kamu yang terkecil. Entahlah.. Ibu
sudah semakin tua, ajal sudah di ambang pintu. Ternyata Ibu masih
meninggalkan banyak pekerjaan yang tidak selesai, ternyata Ibu tidak mampu
mendidik kalian dan kalian ternyata tidak bisa mendidik diri sendiri,"
kata Ibu terisak.
Air mataku mengalir tanpa terasa. "Ada apa? Kok Ibu menangis? Ini pasti ulah kamu Yung! Kamu tidak henti-hentinya membuat Ibu sedih, dan menangis. Tahukah kamu bahwa membuat orang tua bersedih hatinya itu dosa?" Tiba-tiba Han kakakku yang nomor tiga datang dan memarahiku. "Sebagai anak laki-laki kamu jangan terus-terusan bersama Ibu, itu cengeng namanya. Lihat tuh di lepau orang-orang ramai. Duduklah di sana biar orang tahu bahwa kita bermasyarakat. Bukan dalam rumah," katanya lagi sambil menekan kepalaku.
"Jangan kasar begitu pada adikmu Han. Ia kan baru sele...,"
"Kalau tidak seperti itu, ia akan lembek seperti perempuan Bu,
yang duduknya cuma di dapur." "Tapi ia kan masih kuliah." "Aah. Ibu selalu membelanya, mentang-mentang ia kuliah. Walaupun
Han tidak pernah kuliah, Han ini anak Ibu. Sekurang ajar apapun aku yang
melahirkan Han adalah Ibu. Tapi kenapa dia, Ibu perlakukan berbeda dengan
Han?" Han menunjuk-nunjuk diriku. Mendapat serangan kata-kata seperti itu, Ibu menangis lagi. Aku hanya terdiam terpana ketika Han kemudian berlalu dan tidak menghiraukan tangis Ibu. Air mata Ibu mengalir lagi. Ingin aku menghapusnya, tapi bagamana dengan kesedihannya? Allahummaghfirli waliwalidayya warhamhuma, kamarabbayana saghiraa. Amin. Hanya itu yang mampu kulakukan.*
A LETTER FROM GOD - sepucuk surat dari Tuhan
A LETTER FROM GOD
Saat kau bangun dipagi hari, Aku memandangmu dan berharap engkau akan berbicara kepadaKu, walaupun hanya sepatah kata, meminta pendapatKu atau bersyukurkepadaKu atas sesuatu hal indah yang terjadi didalam hidupmu
kemarin, tetapi Aku melihat engkau begitu sibuk mempersiapkan diri untuk pergi bekerja.
Aku kembali menanti. Saat engkau sedang bersiap, Aku tahu akan ada sediki waktu bagimu untuk berhenti dan menyapaKu, tetapi engkau terlalu sibuk.
Di satu tempat, engkau duduk di sebuah kursi selama lima belas menit tanpa melakukan apapun. Kemudian Aku melihat engkau menggerakkan kakimu. Aku berpikir engkau ingin berbicara kepadaKu tetapi engkau berlari ke telepon dan menelepon seorang teman untuk mendengarkan gosip terbaru.
Aku melihatmu ketika engkau pergi bekerja dan Aku menanti dengan sabar sepanjang hari. Dengan semua kegiatanmu, Aku berpikir engkau terlalu sibuk untuk mengucapkan sesuatu kepadaKu.
Sebelum makan siang Aku melihatmu memandang kesekeliling, mungkin engkau merasa malu untuk berbicara kepadaKu, itulah sebabnya mengapa engkau tidak menundukkan kepalamu. Engkau memandang tiga atau empat meja sekitarmu dan melihat beberapa temanmu berbicara kepadaKu dengan lembut sebelum mereka makan, tetapi engkau tidak melakukannya.
Tidak apa-apa. Masih ada waktu yang tersisa, dan Aku berharap engkau akan berbicara kepadaKu, meskipun saat engkau pulang ke rumah kelihatannya seakan-akan banyak hal yang harus kau kerjakan. Setelah beberapa hal tersebut selesai engkau kerjakan, engkau menyalakan televisi, Aku tidak tahu apakah kau suka menonton televisi atau tidak, hanya saja engkau selalu kesana dan menghabiskan banyak waktu setiap hari didepannya, tanpa
memikirkan apapun hanya menikmati acara yang ditampilkan.
Kembali Aku menanti dengan sabar saat engkau menonton TV dan menikmati makananmu tetapi kembali kau tidak berbicara kepadaKu. Saat tidur Kupikir kau merasa terlalu lelah. Setelah mengucapkan selamat malam kepada
keluargamu, kau melompat ke tempat tidur dan tertidur tak lama kemudian. Tidak apa-apa karena mungkin engkau tidak menyadari bahwa Aku selalu hadir untukmu.
Aku telah bersabar lebih lama dari yang kau sadari. Aku bahkan ingin mengajarkanmu bagaimana bersabar terhadap orang lain.Aku sangat mengasihimu, setiap hari Aku menantikan sepatah kata, doa atau pikiran atau
syukur dari hatimu.
Baiklah... engkau bangun kembali dan kembali Aku akan menanti dengan penuh kasih bahwa hari ini kau akan memberiKu sedikit waktu. Semoga harimu menyenangkan. Yang selalu menyertaimu setiap saat, ALLAH
SWT.
NB. Apakah kau memiliki cukup waktu untuk mengirimkan surat ini kepada orang lain yang kau sayangi
Saat kau bangun dipagi hari, Aku memandangmu dan berharap engkau akan berbicara kepadaKu, walaupun hanya sepatah kata, meminta pendapatKu atau bersyukurkepadaKu atas sesuatu hal indah yang terjadi didalam hidupmu
kemarin, tetapi Aku melihat engkau begitu sibuk mempersiapkan diri untuk pergi bekerja.
Aku kembali menanti. Saat engkau sedang bersiap, Aku tahu akan ada sediki waktu bagimu untuk berhenti dan menyapaKu, tetapi engkau terlalu sibuk.
Di satu tempat, engkau duduk di sebuah kursi selama lima belas menit tanpa melakukan apapun. Kemudian Aku melihat engkau menggerakkan kakimu. Aku berpikir engkau ingin berbicara kepadaKu tetapi engkau berlari ke telepon dan menelepon seorang teman untuk mendengarkan gosip terbaru.
Aku melihatmu ketika engkau pergi bekerja dan Aku menanti dengan sabar sepanjang hari. Dengan semua kegiatanmu, Aku berpikir engkau terlalu sibuk untuk mengucapkan sesuatu kepadaKu.
Sebelum makan siang Aku melihatmu memandang kesekeliling, mungkin engkau merasa malu untuk berbicara kepadaKu, itulah sebabnya mengapa engkau tidak menundukkan kepalamu. Engkau memandang tiga atau empat meja sekitarmu dan melihat beberapa temanmu berbicara kepadaKu dengan lembut sebelum mereka makan, tetapi engkau tidak melakukannya.
Tidak apa-apa. Masih ada waktu yang tersisa, dan Aku berharap engkau akan berbicara kepadaKu, meskipun saat engkau pulang ke rumah kelihatannya seakan-akan banyak hal yang harus kau kerjakan. Setelah beberapa hal tersebut selesai engkau kerjakan, engkau menyalakan televisi, Aku tidak tahu apakah kau suka menonton televisi atau tidak, hanya saja engkau selalu kesana dan menghabiskan banyak waktu setiap hari didepannya, tanpa
memikirkan apapun hanya menikmati acara yang ditampilkan.
Kembali Aku menanti dengan sabar saat engkau menonton TV dan menikmati makananmu tetapi kembali kau tidak berbicara kepadaKu. Saat tidur Kupikir kau merasa terlalu lelah. Setelah mengucapkan selamat malam kepada
keluargamu, kau melompat ke tempat tidur dan tertidur tak lama kemudian. Tidak apa-apa karena mungkin engkau tidak menyadari bahwa Aku selalu hadir untukmu.
Aku telah bersabar lebih lama dari yang kau sadari. Aku bahkan ingin mengajarkanmu bagaimana bersabar terhadap orang lain.Aku sangat mengasihimu, setiap hari Aku menantikan sepatah kata, doa atau pikiran atau
syukur dari hatimu.
Baiklah... engkau bangun kembali dan kembali Aku akan menanti dengan penuh kasih bahwa hari ini kau akan memberiKu sedikit waktu. Semoga harimu menyenangkan. Yang selalu menyertaimu setiap saat, ALLAH
SWT.
NB. Apakah kau memiliki cukup waktu untuk mengirimkan surat ini kepada orang lain yang kau sayangi
Tips Agar tidak bersifat sombong dan angkuh
Agar tidak bersifat sombong dan angkuh
Beberapa panduan Imam Al- Ghazali supaya kita tidak bersifat sombong dan angkuh
1. Jika berjumpa dengan kanak-kanak, anggaplah kanak-kanak itu lebih mulia daripada kita, karena kanak-kanak ini belum banyak melakukan dosa daripada kita.
2. Apabila bertemu dengan orang tua, anggaplah dia lebih mulia daripada kita karena dia sudah lama beribadat.
3. Jika berjumpa dengan orang alim, anggaplah dia lebih mulia daripada kita karena banyak ilmu yang telah mereka pelajari dan ketahui.
4. Apabila melihat orang jahil, anggaplah mereka lebih mulia daripada kita karena mereka membuat dosa dalam kejahilan, sedangkan kita membuat dosa dalam keadaan mengetahui.
5. Jika melihat orang jahat, jangan anggap kita lebih mulia karena mungkin satu hari nanti dia akan insaf dan bertaubat atas kesalahannya.
6. Apabila bertemu dengan orang kafir, katakan didalam hati bahwa mungkin pada suatu hari nanti mereka akan diberi hidayah oleh Allah dan akan memeluk Islam, maka segala dosa mereka akan diampuni oleh Allah.
Beberapa panduan Imam Al- Ghazali supaya kita tidak bersifat sombong dan angkuh
1. Jika berjumpa dengan kanak-kanak, anggaplah kanak-kanak itu lebih mulia daripada kita, karena kanak-kanak ini belum banyak melakukan dosa daripada kita.
2. Apabila bertemu dengan orang tua, anggaplah dia lebih mulia daripada kita karena dia sudah lama beribadat.
3. Jika berjumpa dengan orang alim, anggaplah dia lebih mulia daripada kita karena banyak ilmu yang telah mereka pelajari dan ketahui.
4. Apabila melihat orang jahil, anggaplah mereka lebih mulia daripada kita karena mereka membuat dosa dalam kejahilan, sedangkan kita membuat dosa dalam keadaan mengetahui.
5. Jika melihat orang jahat, jangan anggap kita lebih mulia karena mungkin satu hari nanti dia akan insaf dan bertaubat atas kesalahannya.
6. Apabila bertemu dengan orang kafir, katakan didalam hati bahwa mungkin pada suatu hari nanti mereka akan diberi hidayah oleh Allah dan akan memeluk Islam, maka segala dosa mereka akan diampuni oleh Allah.
24 Selingan dalam Hidup
24 Selingan dalam Hidup
1. Jangan tertarik kepada seseorang karena parasnya, sebab keelokan paras dapat menyesatkan. Jangan pula tertarik kepada kekayaannya, karena kekayaan dapat musnah. Tertariklah kepada seseorang yang dapat membuatmu tersenyum, karena hanya senyum yang dapat membuat hari-hari yang gelap menjadi cerah. Semoga kamu menemukan orang seperti itu.
2. Ada saat-saat dalam hidup ketika kamu sangat
merindukan seseorang, sehingga ingin hati menjemputnya
dari alam mimpi dan memeluknya dalam
alam nyata. Semoga kamu memimpikan orang seperti itu.
3. Bermimpilah tentang apa yang ingin kamu impikan,
pergilah ke tempat-tempat kamu ingin pergi, jadilah
seperti yang kamu inginkan, karena
kamu hanya memiliki satu kehidupan dan satu kesempatan
untuk melakukan hal-hal yang ingin kamu lakukan.
4. Semoga kamu mendapatkan kebahagiaan yang cukup
untuk membuatmu baik hati, cobaan yang cukup untuk
membuatmu kuat, kesedihan yang cukup
untuk membuatmu manusiawi, pengharapan yang cukup
untuk membuatmu bahagia dan uang yang cukup untuk
membeli hadiah-hadiah.
5. Ketika satu pintu kebahagiaan tertutup, pintu yang
lain dibukakan. Tetapi acapkali kita terpaku terlalu
lama pada pintu yang tertutup sehingga tidak melihat
pintu lain yang dibukakan bagi kita.
6. Sahabat terbaik adalah dia yang dapat duduk
berayun-ayun di beranda bersamamu, tanpa mengucapkan
sepatah katapun, dan kemudian
kamu meninggalkannya dengan perasaan telah
bercakap-cakap lama dengannya.
7. Sungguh benar bahwa kita tidak tahu apa yang telah
kita miliki sampai kita kehilangannya, tetapi sungguh
benar pula bahwa kita tidak tahu apa yang belum pernah
kita miliki sampai kita
mendapatkannya.
8. Pandanglah segala sesuatu dari kacamata orang lain.
Apabila hal itu menyakitkan hatimu, sangat mungkin hal
itu menyakitkan hati orang itu pula.
9. Kata-kata yang diucapkan sembarangan dapat menyulut
perselisihan. Kata-kata yang kejam dapat menghancurkan
suatu kehidupan. Kata-kata yang diucapkan pada
tempatnya dapat meredakan ketegangan. Kata-kata yang
penuh cinta dapat menyembuhkan dan memberkahi.
10. Awal dari cinta adalah membiarkan orang yang kita
cintai menjadi dirinya sendiri, dan tidak merubahnya
menjadi gambaran yang kita inginkan. Jika tidak, kita
hanya mencintai pantulan diri sendiri yang kita
temukan di dalam dia.
11. Orang-orang yang paling berbahagia tidak selalu
memiliki hal-hal terbaik, mereka hanya berusaha
menjadikan yang terbaik dari setiap hal yang hadir
dalam hidupnya.
12. Mungkin Tuhan menginginkan kita bertemu dengan
beberapa orang yang salah sebelum bertemu dengan orang
yang tepat, kita harus mengerti bagaimana berterima
kasih atas karunia itu.
13. Hanya diperlukan waktu semenit untuk menaksir
seseorang, sejam untuk menyukai seseorang dan sehari
untuk mencintai seseorang tetapi diperlukan waktu
seumur hidup untuk melupakan seseorang.
14. Kebahagiaan tersedia bagi mereka yang menangis,
mereka yang disakiti hatinya, mereka yang mencari dan
mereka yang mencoba. Karena hanya mereka itulah yang
menghargai pentingnya orang-orang yang
pernah hadir dalam hidup mereka.
15. Cinta adalah jika kamu kehilangan rasa, gairah,
romantika dan masih tetap peduli padanya.
16. Hal yang menyedihkan dalam hidup adalah ketika
kamu bertemu seseorang yang sangat berarti bagimu dan
mendapati pada akhirnya bahwa tidak demikian adanya
dan kamu harus melepaskannya.
17. Cinta dimulai dengan sebuah senyuman, bertumbuh
dengan sebuah ciuman dan berakhir dengan tetesan air
mata.
18. Cinta datang kepada mereka yang masih berharap
sekalipun pernah dikecewakan, kepada mereka yang masih
percaya sekalipun pernah dikhianati, kepada mereka
yang masih mencintai sekalipun pernah
disakiti hatinya.
19. Sungguh menyakitkan mencintai seseorang yang tidak
mencintaimu, tetapi yang lebih menyakitkan adalah
mencintai seseorang dan tidak pernah memiliki
keberanian untuk mengutarakan cintamu
kepadanya.
20. Masa depan yang cerah selalu tergantung kepada
masa lalu yang dilupakan, kamu tidak dapat hidup terus
dengan baik jika kamu tidak melupakan kegagalan dan
sakit hati di masa lalu.
21. Jangan pernah mengucapkan selamat tinggal jika
kamu masih mau mencoba, jangan pernah menyerah jika
kamu masih merasa sanggup, jangan pernah mengatakan
kamu tidak mencintainya lagi jika
kamu masih tidak dapat melupakannya.
22. Memberikan seluruh cintamu kepada seseorang
bukanlah jaminan dia akan membalas cintamu ! Jangan
mengharapkan balasan cinta, tunggulah
sampai cinta berkembang di hatinya, tetapi jika tidak,
berbahagialah karena cinta tumbuh dihatimu.
23. Ada hal-hal yang sangat ingin kamu dengar tetapi
tidak akan pernah kamu dengar dari orang yang kamu
harapkan untuk mengatakannya. Namun demikian janganlah
menulikan telinga untuk mendengar dari
orang yang mengatakannya dengan sepenuh hati.
24. Waktu kamu lahir, kamu menangis dan orang-orang di
sekelilingmu tersenyum - jalanilah hidupmu sehingga
pada waktu kamu meninggal, kamu tersenyum dan
orang-orang di sekelilingmu menangis.
1. Jangan tertarik kepada seseorang karena parasnya, sebab keelokan paras dapat menyesatkan. Jangan pula tertarik kepada kekayaannya, karena kekayaan dapat musnah. Tertariklah kepada seseorang yang dapat membuatmu tersenyum, karena hanya senyum yang dapat membuat hari-hari yang gelap menjadi cerah. Semoga kamu menemukan orang seperti itu.
2. Ada saat-saat dalam hidup ketika kamu sangat
merindukan seseorang, sehingga ingin hati menjemputnya
dari alam mimpi dan memeluknya dalam
alam nyata. Semoga kamu memimpikan orang seperti itu.
3. Bermimpilah tentang apa yang ingin kamu impikan,
pergilah ke tempat-tempat kamu ingin pergi, jadilah
seperti yang kamu inginkan, karena
kamu hanya memiliki satu kehidupan dan satu kesempatan
untuk melakukan hal-hal yang ingin kamu lakukan.
4. Semoga kamu mendapatkan kebahagiaan yang cukup
untuk membuatmu baik hati, cobaan yang cukup untuk
membuatmu kuat, kesedihan yang cukup
untuk membuatmu manusiawi, pengharapan yang cukup
untuk membuatmu bahagia dan uang yang cukup untuk
membeli hadiah-hadiah.
5. Ketika satu pintu kebahagiaan tertutup, pintu yang
lain dibukakan. Tetapi acapkali kita terpaku terlalu
lama pada pintu yang tertutup sehingga tidak melihat
pintu lain yang dibukakan bagi kita.
6. Sahabat terbaik adalah dia yang dapat duduk
berayun-ayun di beranda bersamamu, tanpa mengucapkan
sepatah katapun, dan kemudian
kamu meninggalkannya dengan perasaan telah
bercakap-cakap lama dengannya.
7. Sungguh benar bahwa kita tidak tahu apa yang telah
kita miliki sampai kita kehilangannya, tetapi sungguh
benar pula bahwa kita tidak tahu apa yang belum pernah
kita miliki sampai kita
mendapatkannya.
8. Pandanglah segala sesuatu dari kacamata orang lain.
Apabila hal itu menyakitkan hatimu, sangat mungkin hal
itu menyakitkan hati orang itu pula.
9. Kata-kata yang diucapkan sembarangan dapat menyulut
perselisihan. Kata-kata yang kejam dapat menghancurkan
suatu kehidupan. Kata-kata yang diucapkan pada
tempatnya dapat meredakan ketegangan. Kata-kata yang
penuh cinta dapat menyembuhkan dan memberkahi.
10. Awal dari cinta adalah membiarkan orang yang kita
cintai menjadi dirinya sendiri, dan tidak merubahnya
menjadi gambaran yang kita inginkan. Jika tidak, kita
hanya mencintai pantulan diri sendiri yang kita
temukan di dalam dia.
11. Orang-orang yang paling berbahagia tidak selalu
memiliki hal-hal terbaik, mereka hanya berusaha
menjadikan yang terbaik dari setiap hal yang hadir
dalam hidupnya.
12. Mungkin Tuhan menginginkan kita bertemu dengan
beberapa orang yang salah sebelum bertemu dengan orang
yang tepat, kita harus mengerti bagaimana berterima
kasih atas karunia itu.
13. Hanya diperlukan waktu semenit untuk menaksir
seseorang, sejam untuk menyukai seseorang dan sehari
untuk mencintai seseorang tetapi diperlukan waktu
seumur hidup untuk melupakan seseorang.
14. Kebahagiaan tersedia bagi mereka yang menangis,
mereka yang disakiti hatinya, mereka yang mencari dan
mereka yang mencoba. Karena hanya mereka itulah yang
menghargai pentingnya orang-orang yang
pernah hadir dalam hidup mereka.
15. Cinta adalah jika kamu kehilangan rasa, gairah,
romantika dan masih tetap peduli padanya.
16. Hal yang menyedihkan dalam hidup adalah ketika
kamu bertemu seseorang yang sangat berarti bagimu dan
mendapati pada akhirnya bahwa tidak demikian adanya
dan kamu harus melepaskannya.
17. Cinta dimulai dengan sebuah senyuman, bertumbuh
dengan sebuah ciuman dan berakhir dengan tetesan air
mata.
18. Cinta datang kepada mereka yang masih berharap
sekalipun pernah dikecewakan, kepada mereka yang masih
percaya sekalipun pernah dikhianati, kepada mereka
yang masih mencintai sekalipun pernah
disakiti hatinya.
19. Sungguh menyakitkan mencintai seseorang yang tidak
mencintaimu, tetapi yang lebih menyakitkan adalah
mencintai seseorang dan tidak pernah memiliki
keberanian untuk mengutarakan cintamu
kepadanya.
20. Masa depan yang cerah selalu tergantung kepada
masa lalu yang dilupakan, kamu tidak dapat hidup terus
dengan baik jika kamu tidak melupakan kegagalan dan
sakit hati di masa lalu.
21. Jangan pernah mengucapkan selamat tinggal jika
kamu masih mau mencoba, jangan pernah menyerah jika
kamu masih merasa sanggup, jangan pernah mengatakan
kamu tidak mencintainya lagi jika
kamu masih tidak dapat melupakannya.
22. Memberikan seluruh cintamu kepada seseorang
bukanlah jaminan dia akan membalas cintamu ! Jangan
mengharapkan balasan cinta, tunggulah
sampai cinta berkembang di hatinya, tetapi jika tidak,
berbahagialah karena cinta tumbuh dihatimu.
23. Ada hal-hal yang sangat ingin kamu dengar tetapi
tidak akan pernah kamu dengar dari orang yang kamu
harapkan untuk mengatakannya. Namun demikian janganlah
menulikan telinga untuk mendengar dari
orang yang mengatakannya dengan sepenuh hati.
24. Waktu kamu lahir, kamu menangis dan orang-orang di
sekelilingmu tersenyum - jalanilah hidupmu sehingga
pada waktu kamu meninggal, kamu tersenyum dan
orang-orang di sekelilingmu menangis.
Langganan:
Postingan (Atom)