Sejak berdirinya di tahun 1912 Muhammadiyah melalui dakwah amar ma'ruf nahi mungkar-nya telah berhasil memikat banyak kalangan, tak terkecuali kalangan para pendekar dan pesilat. Dakwah KH. Ahmad Dahlan telah memikat para pendekar dan ulama di daerah yang memiliki surau-surau yang di dalamnya mendidik anak muridnya untuk mendalami agama Islam dan mempelajari ilmu beladiri pencak silat. Dan memang telah menjadi suatu kenyataan sejak dulu bahwa kegiatan pendidikan agama di surau dan pesantren umumnya senantiasa dibarengi pula dengan pendidikan ilmu beladiri pencak silat yang diberikan oleh sang guru. Adanya istilah Shalat dan Silat, setidaknya menjadi bukti dari adanya semangat itu. Inilah yang menunjukkan bahwa betapa masa lalu telah memperlihatkan suksesnya keharmonisan pendidikan agama dan pendidikan bela negara, dimana para ulama memasukkan pengajaran-pengajaran tentang bela diri, bela umat, bela negara, dalam kajian-kajian agama Islam.
Hal ini terlihat semakin jelas jika kita mengikuti lintasan sejarah tentang para ulama-ulama yang juga pendekar yang tersebar di seluruh tempat di Nusantara. Sebut saja Malaka, Kesultanan Ternate dan Tidore, kemudian Para Wali, Teuku Cik di Tiro, Imam Bonjol, KH. Zainal Mustafa, Pangeran Diponegoro, Sultan Hasanuddin, dan nama-nama lainnya, yang mana menunjukkan bahwa kalangan ulama adalah perintis pengembang pencak silat di Nusantara.
Di dalam keluarga Muhammadiyah sendiri pun kita menemui beberapa tokoh yang dalam sejarah kehidupannya ternyata mereka juga seorang pendekar. KH. Mas Mansur contohnya. Selain dikenal gemar sepak bola, ternyata beliau juga menguasai ilmu pencak silat yang tangguh dengan kekuatan kaki sebagai andalannya. Pada masa pra kelahiran TAPAK SUCI, KH.Busyro Syuhada yang secara formal dikenal sebagai seorang ulama di pesantren di Binorong, Banjarnegara, ternyata juga adalah seorang pengembang silat aliran Banjaran. Adapun A.Dimyati dan M.Wahib adalah kakak beradik yang keduanya anak asli Kauman-Yogyakarta, tempat dimana Muhammadiyah lahir. Seterusnya, pasca kelahiran TAPAK SUCI, disitu kita dapat temui nama H. Djarnawi Hadikusumah, seorang pendekar yang tergolong mumpuni yang mana publik memang lebih mengenal sosoknya sebagai seorang ulama Muhammadiyah. Sesungguhnya masih banyak lagi temuan-temuan yang menceritakan bahwa betapa kaum ulama-lah golongan yang paling banyak menjadi perintis (pioneer) pengembangan ilmu pencak silat, termasuk ketika Muhammadiyah bergiat menyebarkan dakwahnya ke pelosok-pelosok daerah.
Inilah sesungguhnya penggerak munculnya Pencak Silat TAPAK SUCI di kalangan Muhammadiyah, yaitu dari satu cita-cita untuk membentuk wadah pencetak kader Ulama-Pendekar. Walau pun impian itu baru terwujud pada tahun 1963, namun upaya untuk membentuk wadah itu telah dirintis sejak lama dan telah memakan pengorbanan yang tidak sedikit. Dan oleh KH. A. Badawi--Ketua PP Muhammadiyah saat itu—sinyal itu ditangkap kuat sehingga kemudian TAPAK SUCI menjelma menjadi organisasi otonom Muhammadiyah di tahun 1964.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar