Tampilkan postingan dengan label History. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label History. Tampilkan semua postingan

Kamis, 08 Maret 2012

SEJARAH LAHIRNYA TAPAK SUCI

Atas izin Allah SWT, pada malam Jumat, tanggal 10 Rabiulawwal 1383 H, atau bertepatan dengan 31 Juli 1963, di Kauman, Yogyakarta, dideklarasikan berdirinya Persatuan Pencak Silat TAPAK SUCI. Pada waktu deklarasi, digariskan bahwa; (1) Tapak Suci berjiwa ajaran KH. Ahmad Dahlan; (2) Keilmuan Tapak Suci metodis dinamis; (3) Keilmuan Tapak Suci bersih dari syirik. Nama Perguruan dirumuskan dengan mengambil dasar dari ajaran Perguruan Kauman, sehingga ditetapkanlah nama TAPAK SUCI. Tata tertib upacara disusun oleh Moh. Barie Irsyad. Doa dan Ikrar disusun oleh H. Djarnawi Hadikusuma. Lambang Perguruan diciptakan oleh M. Fahmie Ishom. Lambang Anggota diciptakan oleh Suharto Sudjak. Lambang Tim Inti Kosegu dibuat oleh Ajib Hamzah. Bentuk dan warna pakaian ditentukan oleh M. Zundar Wiesman dan Anis Susanto.



Susunan pengurusnya yang pertama sebagaimana tersebut sebagai berikut:


Pelindung:  H. Djarnawi Hadikusuma

Penasehat: Drs.Med. M. Diham Hadjam

Ketua I: M.Barie Irsjad

Ketua II: Drs.Irfan Hadjam

Sekretaris I: M.Rustam

Sekretaris II: M.Dalhar Suwardi

Bendahara I: M.Sobri Achmad

Bendahara II:  M.Zundar Wiesman

Perlengkapan:  Achmad Djakfar; M.Slamet

Anggota: M.Djakfal Kusuma; Anis Susanto

Bidang Keilmuan:  A. Dimyati; M.Wahib

Bidang Medis:  Dr.M.Baried Ishom


Pada usia enam bulan Tapak Suci dapat tampil yang pertama dihadapan masyarakat yaitu pada Pagelaran Pencak Silat dalam Ta'aruf Pembukaan Kongres Islam Asia Afrika di Kepatihan, Yogyakarta.


Setahun setelah berdiri, tepatnya tahun 1964, TAPAK SUCI secara de facto sudah merupakan gerakan Muhammadiyah. Lambang Sinar Matahari pun dimasukkan ke dalam Lambang TAPAK SUCI sebagai identitas bahwa TAPAK SUCI adalah gerakan Muhammadiyah. Sebutan perguruan dilengkapi menjadi TAPAK SUCI PUTERA MUHAMMADIYAH, berdasar kenyataan bahwa Tapak Suci didirikan oleh putera-putera dari keluarga-keluarga Muhammadiyah. HR.Haiban Hadjid menjalankan amanat sebagai Ketua Umum, dan H.Djarnawi Hadikusuma duduk sebagai Penasehat. Di tahun 1964 dibukalah pendaftaran anggota untuk umum secara besar-besaran. Pada kesempatan ini cukup banyak anggota baru yang mendaftar, termasuk yang berasal dari aktifis PPI, KAPPI, KAMI, dan HMI, di Yogyakarta.


Aris Margono (pelajar SPG Muhammadiyah I Yogyakarta), adalah salah satu murid yang belajar Tapak Suci pada masa itu. Ia adalah aktifis KAPPI di Yogyakarta. Ia gugur pada tanggal 10 Maret 1966, dan kemudian diabadikan sebagai Pahlawan Ampera di Yogyakarta. Seorang aktifis lainnya, Aris Munandar (Pelajar SMP Muhammadiyah X, Yogyakarta), juga gugur pada hari yang sama.


Setelah meletusnya pemberontakan G30 S/PKI, Tapak Suci kembali ke sarang dan berkonsetrasi kembali pada organisasi. Kali ini organisasi mesti memenuhi kebutuhan untuk melatih di daerah-daerah. Beberapa daerah mengajukan permintaan untuk dibuka latihan Tapak Suci. Hal itu pulalah yang mendorong Tapak Suci cepat tersebar ke daerah-daerah. Beberapa praktisi beladiri yang berada di lingkungan Muhammadiyah pun ikut bergabung dengan Tapak Suci, sehingga dengan demikian menyemarakkan gegap gempita Tapak Suci baik dari sisi organisasi maupun keilmuan. Perguruan Tapak Suci yang awalnya hanya di Yogyakarta akhirnya berkembang keluar Yogyakarta dan masuk ke daerah-daerah lainnya. Tapak Suci betul-betul dihadapkan pada tantangan berupa kaderisasi dan manajerial organisasi.




Keluarga Pertama

Di Jember, Jawa Timur, sebelumnya sudah terdapat sebuah perguruan besar, yaitu Perguruan Guntur.  Perguruan Guntur dipimpin oleh H.Syeh Abussamad Alwi, Buchory Achmad, dan Hadiningram. Ketika Tapak Suci mengembangakn sayapnya ke wilayah timur, kedua perguruan ini saling bertemu. Perguruan Guntur menyatakan akan bergabung dengan Tapak Suci apabila Tapak Suci memiliki kelebihan. Setelah melalui pembuktian, penampilan jurus, dan adu kaweruh, cita-cita kedua perguruan ini dimuluskan oleh Allah SWT. Perguruan Guntur menyatakan bergabung dengan Tapak Suci. Atas ridho dan kehendak Allah SWT, Jember menjadi Keluarga Pertama Tapak Suci yang berada di luar Yogyakarta.



Pemantapan Organisasi

Di tahun 1966 diselenggarakan Konferensi Nasional I Tapak Suci yang dihadiri oleh para utusan dari daerah-daerah. Pada saat itu berhasil dirumuskan pemantapan organisasi secara nasional, dan Perguruan Tapak Suci dikembangkan lagi namanya menjadi Gerakan dan Lembaga Perguruan Seni Beladiri Indonesia Tapak Suci Putera Muhammadiyah. Kemudian melalui Sidang Tanwir Muhammadiyah pada tanggal 28 Juli s.d 1 Agustus 1967 di Yogyakarta, Tapak Suci Putera Muhammadiyah diterima dan ditetapkan menjadi organisasi otonom ke-11 di Persyarikatan Muhammadiyah. Hal ini tidak bisa dilepaskan dari dukungan KH. Ahmad Badawi, seorang pimpinan Muhammadiyah yang berwawasan luas dan bijaksana, yang saat itu menjabat sebagai Ketua Umum PP.Muhammadiyah. KH.Ahmad Badawi memandang bahwa TAPAK SUCI sangat efektif sebagai tempat pembinaan Kader Muhammadiyah.


Dari rintisan sejarah ini dapat kita temui bahwa Tapak Suci tidak dibesarkan oleh kehebatan orang perorang. Keilmuan Tapak Suci juga bukan keilmuan yang berasal dari kehebatan satu orang semata. Tapak Suci lahir, tumbuh, dan menjadi besar karena berjamaah. Tapak Suci lahir karena ridho dan kerelaan, yang direspon oleh kerja nyata yang ikhlas. Makna Tapak Suci telah mengisyaratkan anggotanya untuk berkarya nyata dengan ikhlas dan berserah diri kepada Allah, sebagai manifestasi dari tindak-tanduk kesucian.




Prestasi olahraga dan seni


Dalam Kejuaraan Nasional I Tapak Suci tahun 1967 di Jember, pertandingan Pencak Silat Tapak Suci dilaksanakan dengan pertarungan bebas. Hal ini bercermin dari tradisi perguruan sejak dulu dalam melakukan sabung (pertarungan) yaitu menggunakan sistem full-body contact, yang mana setiap anggota tubuh adalah sasaran sah untuk diserang, kecuali mata dan kemaluan. Namun ternyata sistem pertarungan seperti itu tidak dapat diterapkan dalam pertandingan olahraga karena dapat mengakibatkan cidera, cacat permanen, bahkan kematian. Maka seiring dengan itu sejak Kejurnas I di Jember tahun 1967 sistem pertandingan olahraga Tapak Suci terus mengalami penyempurnaan, sekalipun hingga beberapa dasawarsa ke depan kemudian, sistem pertandingan olahraga Tapak Suci tetap tidak menggunakan pelindung badan (body-protector), dengan pengertian bahwa pelindung badan pesilat Tapak Suci adalah keilmuan dan ketangkasan si pesilat. Pada Kejurnas I di Jember itu pun sudah diperlombakan pencak silat seni, yang mana yang dilombakan adalah Kerapihan Teknik Permainan.


Ketika Tapak Suci memantapkan diri dalam gerakan olahraga dan seni, keilmuan Tapak Suci ditampilkan melalui 4 aspek; mental-spiritual, olahraga, seni, dan beladiri. Adapun ilmu pengebalan tubuh ataupun anggota tubuh berupa alat penyasar, mulai ditinggalkan. Hal ini mengingat adanya anjuran dari Majelis Tarjih Pimpinan Pusat Muhammadiyah agar ilmu tersebut disimpan, kalau toh itu ilmu yan haq, akan tetapi dikhawatirkan dapat menjadi satu kesombongan.



Perguruan Historis IPSI

Pada masa-masa perkembangan Perguruan Tapak Suci yang telah merambah ke persada nusantara, maka dipandang perlu bagi Perguruan Tapak Suci untuk mencari induk organisasi pencak silat. Pada waktu itu sekurang-kurangnya ada tiga organisasi yang menamakan diri sebagai induk organisasi pencak silat Indonesia, yaitu: PPSI yang digerakkan dari Bandung, IPSI yang digerakkan dari Jakarta, dan BAPENSI yang digerakkan dari Yogyakarta, yang masing-masing mencari kekuatan pendukung.


Melalui Rapat Kerja Nasional yang dilaksanakan pada tanggal 19 s.d 20 April 1967 di Pekalongan, disamping memutuskan dan mengesahkan Anggaran Rumah Tangga, Tapak Suci berketetapan hati memilih Ikatan Pencak Silat Seluruh Indonesia (sekarang Ikatan Pencak Silat Indonesia) sebagai induk organisasi pencak silat. Untuk itu Tapak Suci didaftarkan kepada PB. IPSI dan langsung diterima menjadi anggota nasional. Tapak Suci didudukkan sebagai salah satu dari 10 Perguruan Historis IPSI, mengingat peran Tapak Suci yang menunjang tegak berdirinya PB. IPSI yang kala itu kondisinya sedang kritis.

Sejarah peradaban TAPAK SUCI

Allah, tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dialah Yang Hidup kekal lagi terus-menerus mengurus (makhluk-Nya);tidak mengantuk dan tidak tidur. Milik-Nya lah apapun yang di langit dan di bumi. Tiada yang dapat memberi syafa'at di sisi Allah tanpa izin-Nya. Allah mengetahui apa-apa yang ada di hadapan mereka dan di belakang mereka, dan mereka tidak mengetahui apapun dari ilmu Allah melainkan apa yang dikehendaki-Nya. Kursi (Singgasana) Allah meliputi langit dan bumi. Dan Allah tidak merasa berat memelihara keduanya dan (hanya) Dialah (Allah) yang Mahatinggi lagi Mahabesar.


(Al Baqarah: 255)

Dan bersiaplah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang kamu sanggupi, dan dari kuda-kuda yang ditambat untuk berperang, (yang dengan persiapan itu) kamu menggentarkan musuh-musuh Allah dan musuh-musuhmu berserta orang-orang (manapun) selain mereka, yang kamu tidak mengetahuinya (memperkirakannya); sedang Allah (saja) yang mengetahuinya. Apa saja yang kamu nafkahkan pada jalan Allah niscaya akan dibalasi dengan cukup kepadamu, dan kamu tidak akan dianiaya (dizalimi).

(Al Anfaal:60)

Dengan Rahmat Allah SWT, didorong oleh semangat beribadah menurut ajaran Islam dan dengan kesadaran akan fungsi angkatan muda dalam Muhammadiyah sebagai pelopor, pelangsung, dan penyempurna Gerakan Muhammadiyah, pada tanggal 10 Rabi'ul Awwal 1383 Hijriyah yang bertepatan dengan tanggal 31 Juli 1963 Miladiyah, di Yogyakarta lahir organisasi Perguruan Seni Beladiri Indonesia TAPAK SUCI PUTERA MUHAMMADIYAH, disingkat TAPAK SUCI, dengan ikhlas mengabdikan diri kepada Agama, Bangsa, dan Negara.


Bahwa sesungguhnya Pencak Silat adalah seni beladiri Indonesia, yang merupakan budaya bangsa yang luhur dan bermoral, perlu dilestarikan dan dikembangkan serta dijaga dari pengaruh syirik dan menyesatkan yang dapat menodai nilai luhur ajaran yang terkandung di dalamnya. TAPAK SUCI bertekad bulat mengagungkan asma Allah, dan dengan dijiwai sikap jujur, amanah, rendah hati, berakhlaq mulia, mengamalkan ajaran Islam yang bersumber kepada Al Qur'an dan As Sunnah. Sebagai kader persyarikatan Muhammadiyah, TAPAK SUCI senantiasa melahirkan kader-kader Muhammadiyah yang cakap, intelektual, tangguh, beriman dan berakhlaq, dan senantiasa siap untuk mengabdikan diri pada Persyarikatan Muhammadiyah, Agama, Bangsa, dan Negara.


Perguruan Seni Beladiri Indonesia TAPAK SUCI PUTERA MUHAMMADIYAH, disingkat TAPAK SUCI, adalah perguruan seni beladiri yang berasas Islam, bersumber pada Al Quran dan As Sunnah, berjiwa persaudaraan, berada di bawah naungan Persyarikatan Muhammadiyah, berstatus sebagai organisasi otonom. TAPAK SUCI  memiliki kelengkapan sebagai sebuah organisasi pergerakan, dengan ajaran pencak silat yang bersumber pada aliran TAPAK SUCI yang bersih dari pengaruh syirik dan menyesatkan. TAPAK SUCI didirikan di Yogyakarta pada tanggal 10 Rabi'ulawal 1383 H atau bertepatan dengan tanggal 31 Juli 1963. Pimpinan Pusat TAPAK SUCI berkedudukan di tempat berdirinya, mempunyai wilayah dan daerah di Indonesia serta Perwakilan di Luar Negeri.


Maksud dan Tujuan

(1) Mendidik serta membina ketangkasan dan keterampilan Pencak Silat sebagai beladiri, seni olahraga dan budaya bangsa Indonesia; (2) Memelihara dan mengembangkan kemurnian Pencak Silat Aliran TAPAK SUCI sebagai budaya bangsa yang luhur dan bermoral, sesuai dan tidak menyimpang dari ajaran Islam serta bersih dari syirik dan menyesatkan; (3) Mendidik dan membina anggota untuk menjadi Kader Muhammadiyah.

TAPAK SUCI menggembirakan dan mengamalkan dakwah Amar Ma'ruf Nahi Munkar dalam usaha mempertinggi Ketahanan Nasional.

Sejarah Singkat


Sejarah TAPAK SUCI sebagai sebuah aliran dan perguruan pencak silat telah dimulai jauh sebelum tahun 1963. Berawal dari aliran pencak silat Banjaran yang dikuasai oleh KH.Busyro Syuhada (lahir tahun 1827), yang bermukim di pesantren di Binorong, Banjarnegara, Jawa Tengah. KH.Busyro Syuhada mempunyai murid diantaranya yaitu; Achyat (H. Burhan), dan M. Yasin (H. Abu Amar Syuhada). Murid lainnya yang pernah belajar kepada KH.Busyro Syuhada adalah Soedirman, yang kelak berkiprah dalam dunia milter dan dikenal sebagai Panglima Besar Jenderal Sudirman. KH. Abu Amar Syuhada sendiri adalah murid sekaligus teman seperjuangan KH. Ahmad Dahlan, pendiri Muhammadiyah.

Tahun 1921, dua kakak-beradik asal Kauman, Yogyakarta, A.Dimyati (kakak) dan M.Wahib (adik), belajar pencak kepada KH.Busyro Syuhada, di Banjarnegara. Aliran yang semula berkembang di Banjarnegara, kemudian pindah ke Kauman, Yogyakarta, seiring dengan perpindahan KH.Busyro Syuhada dan H.Burhan ke kampung itu. Perpindahan itu juga merupakan akibat dari gerakan perlawanan bersenjata yang dilakukan KH.Busyro sehingga karenanya beliau kerap menjadi sasaran penangkapan yang dilakukan rezim kolonial Belanda.


Selanjutnya, A.Dimyati dan M.Wahib ditunjuk oleh KH.Busyro untuk berkelana (mengembara), masing-masing ke arah barat dan ke arah timur Pulau Jawa untuk adu kaweruh (adu ilmu) dalam rangka memperdalam ilmu beladiri dan berdakwah. Setelah bertahun-tahun berkelana, kemudian keduanya kembali ke Kauman, Yogyakarta.

Aliran ini kemudian berkembang menjadi perguruan pencak di Kauman, Yogyakarta. Pada tahun 1925, atas restu KH. Busyro Syuhada, kedua kakak-beradik A.Dimyati dan M.Wahib mendirikan paguron (perguruan) yang diberi nama Paguron Cikauman (aliran Banjaran-Kauman). Pada waktu didirikan, telah digariskan dengan tegas dasar yang harus dipatuhi dan dilaksanakan oleh semua murid-murid aliran Kauman-Banjaran, yaitu: (1). Paguron Cikauman, berlandaskan Al Islam dan berjiwa ajaran KH.Ahmad Dahlan, membina pencak silat yang berwatak serta berkripadian Indonesia, bersih dari sesat dan sirik; (2) Mengabdikan perguruan untuk perjuangan agama serta bangsa dan negara; (3) Sikap mental dan gerak langkah anak murid harus merupakan tindak-tanduk Kesucian.

Paguron ini memiliki landasan agama dan kebangsaan yang kuat, dan menegaskan seluruh pengikutnya untuk bebas dari syirik (menyekutukan Allah) serta mengabdikan perguruan untuk perjuangan agama dan bangsa.

Perguruan Cikauman banyak melahirkan pendekar-pendekar yang tangguh, seperti misalnya M.Djuraimi pada generasi pertama. Dari Paguron Cikauman ini pula kemudian lahir Paguron Seranoman (Kauman sebelah Utara), yang didirikan oleh M. Syamsuddin, pada generasi ke-2. Pada generasi ke-3, tampil M.Zahid, pendekar yang dikenal cemerlang akalnya. Generasi berikutnya, tercatat Moh.Djamiat Dalhar, yang tidak asing lagi di dunia olahraga Indonesia sebagai macan bola yang belum ada tandingannya. Pada generasi ini juga tampil Wasthon Sudjak dan M.Bakir Odrus. Pada generasi ke-5, Ibu Pertiwi mencatat nama dua puluh orang murid Kauman di bawah pimpinan KH.Burhan, yang semuanya adalah anggota Laskar Angkatan Perang Sabil (APS), yang gugur sebagai kusuma bangsa ketika perlawananan senjata melawan Belanda di belahan barat Yogyakarta. Kelak untuk mewarisi jiwa patriotik itu, TAPAK SUCI membentuk kelompok inti yang terdiri dari 20 orang anggota, yang diberi nama KOSEGU (Korps Serba Guna). Untuk kali pertama KOSEGU secara aktif membantu penumpasan gerakan komunis di sekitar tahun 60-an di Yogyakarta.


Paguron Cikauman, yang dilanjutkan dengan Perguruan Seranoman, untuk selanjutnya kemudian melahirkan Paguron Kasegu, yang didirikan oleh M.Barie Irsjad, pada generasi ke-6. Sekalipun melahirkan paguron-paguron yang namanya berbeda, namun kesemua paguron itu berakar pada aliran pencak silat yang sama yaitu aliran Kauman-Banjaran, disamping kenyataan bahwa M.Barie Irsjad (Paguron Kasegu) memang berasal dari murid Seranoman, dan juga memang sebagai murid Cikauman.


Pada era Paguron Kasegu inilah, atau tepatnya pada bulan Janurari 1963, muncul gagasan untuk merealisasikan rencana mendirikan satu perguruan yang melebur serta melanjutkan paguron-paguron yang sealiran itu, yaitu satu perguruan yang berorientasi lebih luas, diorganisir dengan AD & ART, dengan materi latihan yang tersusun, teratur, dan memakai seragam. Gagasan ini disampaikan kepada Pendekar M.Wahib yang kemudian menyatakan bersedia untuk menilai ilmu yang akan diajarkan. Dengan dasar itulah, dan dengan pengertian dan maksud agar ada satu wadah yang menyatukan sehingga tidak selalu melahirkan paguron yang baru, Pendekar Besar A.Dimyati dan M.Wahib merestui bahwa Perguruan TAPAK SUCI adalah sebagai kelangsungan dari Paguron Kauman yang didirikan pada tahun 1925 dan berpusat di Kauman,Yogyakarta.  Pada tahun 1963, murid-murid dari masing-masing paguron inilah yang bahu membahu mempersiapkan kelahiran TAPAK SUCI. Paguron TAPAK SUCI merupakan adalah amanat dari Pendekar-pendekar Cikauman (Kauman-Banjaran) kepada generasi penerus bangsa untuk dipelihara, dibina, dan dikembangkan dengan sebaik-baiknya pada jalan kebenaran.

Untuk merealisasikan rencana pendirian perguruan ini Pendekar M. Wahib mengutus 3 orang muridnya, yaitu: Ahmad Djakfar, Slamet, dan M.Dalhar Suwardi. Kemudian M. Syamsuddin mengirim 2 orang muridnya yaitu M.Zundar Wiesman dan Anis Susanto. Sedangkan murid yang berasal dari Kasegu antara lain yaitu Drs. Irfan Hadjam, M. Djakfal Kusuma, Sobri Ahmad, dan M.Rustam. Keseluruhannya ini merupakan murid-murid pada generasi ketujuh, generasi yang berperan ketika TAPAK SUCI didirkan. Murid-murid generasi ketujuh ini mulai berlatih tahun 1957, dengan pembinaan yang dilakukan bersamaan dan berkelanjutan. Maka berdasarkan kenyataan-kenyataan itulah yang akhirnya mengilhamkan gagasan untuk merealisasikan perguruan yang menyatukan murid-murid dari ketiga perguruan, menjadi perguruan yang lebih besar, perguruan yang lebih kuat dan terorganisir, yang tidak lagi berorientasi kampung namun menjadi gerakan yang mendunia.

Selasa, 08 Maret 2011

SEJARAH BERDIRINYA KAMPUNG KAUMAN YOGYAKARTA

Sejak berdirinya di tahun 1912 Muhammadiyah melalui dakwah amar ma'ruf nahi mungkar-nya telah berhasil memikat banyak kalangan, tak terkecuali kalangan para pendekar dan pesilat. Dakwah KH. Ahmad Dahlan telah memikat para pendekar dan ulama di daerah yang memiliki surau-surau yang di dalamnya mendidik anak muridnya untuk mendalami agama Islam dan mempelajari ilmu beladiri pencak silat. Dan memang telah menjadi suatu kenyataan sejak dulu bahwa kegiatan pendidikan agama di surau dan pesantren umumnya senantiasa dibarengi pula dengan pendidikan ilmu beladiri pencak silat yang diberikan oleh sang guru. Adanya istilah Shalat dan Silat, setidaknya menjadi bukti dari adanya semangat itu. Inilah yang menunjukkan bahwa betapa masa lalu telah memperlihatkan suksesnya keharmonisan pendidikan agama dan pendidikan bela negara, dimana para ulama memasukkan pengajaran-pengajaran tentang bela diri, bela umat, bela negara, dalam kajian-kajian agama Islam.

Hal ini terlihat semakin jelas jika kita mengikuti lintasan sejarah tentang para ulama-ulama yang juga pendekar yang tersebar di seluruh tempat di Nusantara. Sebut saja Malaka, Kesultanan Ternate dan Tidore, kemudian Para Wali, Teuku Cik di Tiro, Imam Bonjol, KH. Zainal Mustafa, Pangeran Diponegoro, Sultan Hasanuddin, dan nama-nama lainnya, yang mana menunjukkan bahwa kalangan ulama adalah perintis pengembang pencak silat di Nusantara.


Di dalam keluarga Muhammadiyah sendiri pun kita menemui beberapa tokoh yang dalam sejarah kehidupannya ternyata mereka juga seorang pendekar. KH. Mas Mansur contohnya. Selain dikenal gemar sepak bola, ternyata beliau juga menguasai ilmu pencak silat yang tangguh dengan kekuatan kaki sebagai andalannya. Pada masa pra kelahiran TAPAK SUCI, KH.Busyro Syuhada yang secara formal dikenal sebagai seorang ulama di pesantren di Binorong, Banjarnegara, ternyata juga adalah seorang pengembang silat aliran Banjaran. Adapun A.Dimyati dan M.Wahib adalah kakak beradik yang keduanya anak asli Kauman-Yogyakarta, tempat dimana Muhammadiyah lahir. Seterusnya, pasca kelahiran TAPAK SUCI, disitu kita dapat temui nama H. Djarnawi Hadikusumah, seorang pendekar yang tergolong mumpuni yang mana publik memang lebih mengenal sosoknya sebagai seorang ulama Muhammadiyah. Sesungguhnya masih banyak lagi temuan-temuan yang menceritakan bahwa betapa kaum ulama-lah golongan yang paling banyak menjadi perintis (pioneer) pengembangan ilmu pencak silat, termasuk ketika Muhammadiyah bergiat menyebarkan dakwahnya ke pelosok-pelosok daerah.

Inilah sesungguhnya penggerak munculnya Pencak Silat TAPAK SUCI di kalangan Muhammadiyah, yaitu dari satu cita-cita untuk membentuk wadah pencetak kader Ulama-Pendekar. Walau pun impian itu baru terwujud pada tahun 1963, namun upaya untuk membentuk wadah itu telah dirintis sejak lama dan telah memakan pengorbanan yang tidak sedikit. Dan oleh KH. A. Badawi--Ketua PP Muhammadiyah saat itu—sinyal itu ditangkap kuat sehingga kemudian TAPAK SUCI menjelma menjadi organisasi otonom Muhammadiyah di tahun 1964.

Senin, 08 Maret 2010

SEKILAS KISAH JENDERAL SUDIRMAN

Panglima Besar Jenderal Sudirman merupakan salah satu tokoh penting yang pernah dimiliki negeri ini. Dia pejuang dan pemimpin teladan bangsa. Pribadinya teguh pada prinsip, keyakinan dan selalu mengedepankan kepentingan rakyat dan bangsa di atas kepentingan pribadinya.

Sudirman lahir pada 1916 di desa Bodas, Karangjati, Purbalingga, Jawa Tengah. Sebelum memasuki dunia kemiliteran, Sudirman berlatar belakang guru HIS Muhammadiyah di Cilacap dan aktif kepanduan Hizbul Wathan. Sejarah mencatat, ketika berusia 31 tahun dia sudah menyandang pangkat jenderal. Meski saat itu menderita sakit paru-paru, tetapi dia terus bergerilya melawan penjajah.

Apa sesungguhnya yang membuat Sudirman memiliki keteguhan dan prinsip kuat dalam hidupnya sehingga dia memiliki nama harum di negeri ini?



“Sudirman mendapat didikan seorang ulama pada masanya. Inilah yang membuatnya memiliki keteguhan dalam berjuang. Meskipun dia menderita sakit paru-paru dan harus ditandu, tetapi semangat juangnya tinggi,” ujar H. Abdul Malik kepada saya di kediamannya di Palimanan, Cirebon.

KH.Busyro Syuhada

Dikisahkan, sekitar 50 km dari Kota Purbalingga, ada seorang ulama bernama Kyai Haji Busyro Syuhada. Sang ulama memiliki sebuah pesantren di desa Binorong, Banjarnegara. Selain dikenal sebagai ulama, Kyai Busyro juga seorang pendekar pencak silat (ketika itu istilahnya pencak ragawi dan batin).

Sebagaimana umumnya pesantren, para santri diajarkan ilmu agama dan beladiri pencak. Pencak silatnya dikenal dengan nama Aliran Banjaran yang intinya memadukan ilmu batin dan ilmu dhohir. Dikemudian hari pencak silat yang dirintis Kyai Busyro Syuhada menjadi cikal bakal perguruan silat Tapak Suci Putera Muhammadiyah.

Suatu hari, Sudirman berkunjung ke pesantren Kyai Busyro di Banjarnegara. Dia bermaksud silaturrahmi. Saat itu Sudirman masih menjalankan pekerjaan sebagai guru di Cilacap. Pada pertemuan itu, tiba-tiba saja Kyai Busyro menangkap suatu firasat saat berhadapan dengan Sudirman.

“Kyai Busyro menyarankan agar Sudirman tinggal sementara waktu di pesantren. Dia ingin agar Sudirman mau menjadi muridnya. Kyai Busyro tidak menjelaskan alasan sesungguhnya,” ujar H. Abdul Malik.

Tentu saja Sudirman terkejut mendengar saran Kyai Busyro Syuhada. Tetapi dia menyambut dengan antusias. Bagaimanapun juga, saran dan nasehat seorang ulama tentu baik dan pasti ada alasan-alasan khusus yang tidak dapat diungkapkan.

Selanjutnya Sudirman nyantri di pesantren asuhan Kyai Busyro Syuhada. Saat itu usia Sudirman sekitar 25 tahun. Selama menjadi santri, Sudirman diperlakukan khusus oleh Kyai Busyro. Bahkan terkesan diistimewakan. Semua keperluan Sudirman menyangkut urusan apa saja, termasuk urusan makan dan minum selalu disiapkan.

Kyai Busyro sengaja menyediakan seorang pelayan khusus untuk murid spesialnya itu. Pelayan itu masih keponakan Kyai Busyro sendiri yang bernama Amrullah. Saat itu usia Amrullah lebih muda 5 tahun dibandingkan Sudirman. Amrullah adalah ayah kandung Abdul Malik.

“Ayah saya menceritakan seputar bagaimana Kyai Busyro menggembleng  Sudirman. Di lingkungan keluarga besar kami, kisah ini sebenarnya sudah umum diketahui,”kata Abdul Malik.

Menurutnya, gemblengan terhadap Sudirman sepintas memiliki kemiripan pola didikan silat dalam film Mandarin, seperti: Shaolin Temple. Murid dilatih ilmu silat dan juga disuruh melakukan olahraga yang menguras fisik.

Namun demikian, Sudirman diharuskan berpuasa dan saat tengah malam melakukan shalat sunnah secara rutin.

“Bagaimana sebenarnya bentuk didikan secara fisik?” Tanya saya.

“Salah satu cerita yang pernah saya dengar, meskipun dalam keadaan berpuasa, Sudirman diperintahkan melakukan pekerjaan keras memotong beberapa pohon yang ada di dekat pesantren. Batang-batang pohon itu kemudian diseretnya. Lalu dimasukkan ke dalam kolam atau empang. Pekerjaan itu dilakukan sendirian tanpa dibantu siapapun. Setelah matahari terbenam, batang pohon itu harus dikeluarkan lagi dari kolam,” Jawab Abdul Malik.

Abdul Malik menambahkan, saat Sudirman berbuka puasa dan sahur, Amrullah bertugas menyediakan makanan dan minuman.

Di samping itu, Kyai Busyro juga memberi amalan zikir atau hizib khusus kepada Sudirman untuk dibaca setiap harinya. Secara hampir bersamaan, hizib ini juga diamalkan Amrullah (kelak Amrullah menjadi ulama di Wonosobo, Jawa Tengah).

Pada tahun 1942,  Kyai Busyro meninggal dunia. Melihat kenyataan itu, Sudirman memutuskan kembali ke kampung halamannya di Purbalingga. Namun tidak berapa lama kemudian balatentara Jepang mulai menjajah Indonesia.

Seolah sudah menjadi takdirnya, Sudirman segera mengikuti pendidikan militer di Bogor bergabung dengan tentara PETA (Pembela Tanah Air).

Begitu tamat pendidikan, Sudirman menjadi Komandan Batalyon di Kroya, Jawa Tengah. Sesudah TKR (Tentara Keamanan Rakyat) terbentuk, Sudirman diangkat menjadi Panglima Divisi V/Banyumas.

Pada puncaknya, Sudirman menjadi Panglima Angkatan Perang Republik Indonesia (Panglima TNI pertama dan termuda) hingga beliau wafat pada 29 Januari 1950.

“Apa yang saya katakan tadi hanya sepenggal cerita saja. Sebenarnya kisah gemblengan Kyai Busyro kepada Sudirman cukup banyak. Tetapi intinya, Sudirman mendapat bimbingan khusus dari seorang ulama pada masanya. Inilah yang membuatnya berhasil menjadi pemimpin,” ujar Abdul Malik.

Kisah Gaib

Pada saat Sudirman bergerilya, banyak kisah-kisah mistis seputar perjuangannya. Dikisahkan, musuh selalu gagal memburunya. Bahkan Sudirman pernah luput dari tangan musuh yang hanya berjarak sekitar 10-20 meter. Andaikata saat itu penyakitnya kambuh dan membuatnya batuk-batuk, pastilah musuh akan mendengar dan menangkapnya.

Tetapi atas Kebesaran Tuhan, pada detik yang genting itu penyakitnya tidak kambuh. Sungguh aneh tidak ada satupun musuh yang melihat Sudirman bersembunyi diantara rumput alang-alang yang pendek.

Di sisi lain, wibawa dan kharisma Sudirman terpancar kuat dari ekspresi wajah dan tubuhnya. Meskipun saat itu tubuhnya kurus, lemah dan harus ditandu, tetapi seluruh jajaran angkatan perang patuh di bawah komandonya.  Semua ini merupakan hasil disiplin yang diperoleh dari gurunya.

Sejarah juga mencatat, saat ibukota Republik yang berada di Yogyakarta direbut Belanda, Presiden dan Wakil Presiden ditawan. Dikisahkan, ketika itu Sukarno sempat menyuruh Sudirman meletakkan senjata, tetapi Sudirman menolak dan memutuskan bergerilya. Sungguh suatu sikap berani yang ditunjukkan Sudirman. Dia melawan atasan untuk tujuan yang jauh lebih mulia.

Demikian sekelumit kisah perjuangan Panglima Besar Jenderal Sudirman. Kita patut menghormati dan meneladaninya.

Minggu, 08 Maret 2009

Panglima Besar Jenderal Sudirman dan tapak suci

Panglima Besar Jenderal Sudirman, adalah seorang Pahlawan Kemerdekaan yang merupakan salah satu tokoh besar dalam sejarah RI.  Ia berlatar belakang sebagai seorang guru HIS Muhammadiyah di Cilacap, dan anggota kepanduan Hizbul Wathan. Tak dapat dipungkiri bahwa beliau adalah salah seorang kader Muhammadiyah, yang  mengabdikan dirinya sesuai dengan kemampuan yang beliau miliki, untuk kepentingan bangsa dan negara.

Namun tak banyak khalayak yang tahu, bahwa dibalik sosok kesederhanaan dan rendah hati dari Sudirman itu, ternyata ia juga seorang yang mumpuni dalam hal ilmu pencak silat. Memang, ia tidak menyabet medali di gelanggang, dan ia bukan orang yang disanjung sebagai juara. Namun kiranya, ia telah memberi teladan akan arti 'ketulusan dan ketangguhan' yang sejati.

Di hati para insan TAPAK SUCI, beliau memiliki tempat tersendiri. Tak dapat dipungkiri bahwa beliau adalah salah satu dari sekian cikal bakal TAPAK SUCI. Jika saja ketika beliau masih hidup itu TAPAK SUCI sudah berdiri, tentu orang akan lebih mahfum akan hal ini.
Kenyataan memang telah berkata, bahwa seorang Sudirman bukanlah milik Muhammadiyah saja, bukan milik Hizbul Wathan saja, atau bukan milik TAPAK SUCI saja. Sudirman telah menjadi milik rakyat Indonesia, telah menjadi milik bangsa Indonesia, menjadi milik negara kita, menjadi milik mereka yang berjuang melawan kelaliman, milik mereka yang punya ketulusan dan ketangguhan. Dan rupanya beliau berpesan kepada kita semua, bahwa kita, dirinya, semuanya, tak lain adalah milikNya. Maka ia telah memberi teladan kepada kita.

Senin, 16 Februari 2009

Sabtu, 14 Februari 2009

Zeitgeist Addendum

Zeitgeist: Addendum
"Zeitgeist: Addendum"
Genre: Documentary / History / War
Release: 2008 year
Length: 2H., 3 min.


Rabu, 08 Maret 2006

SEJARAH 10 PERGURUAN IPSI

Pasca penyerahan kedaulatan oleh Belanda kepada Republik Indonesia (dulu masih bernama RIS-Republik Indonesia Serikat) tanggal 27 Desember 1949, pusat Pemerintahan Republik Indonesia berpindah tempat dari Yogykarta kembali ke Jakarta. Sebelumnya, selama empat tahun Yogyakarta pernah menjadi ibukota Republik Indonesia, yaitu resminya sejak 4 Januari 1946 sampai 27 Desember 1949. Perpindahan pusat pemerintahan tersebut diikuti dengan perpindahan kantor kementerian, dan kantor-kantor atau instansi milik pemerintah.





Demikan pula pada tahun 1950 Pengurus Besar IPSI secara de facto juga berpindah tempat dari Yogyakarta ke Jakarta, sekalipun tidak semua anggota pengurus-pengurus Ikatan Pencak Silat Indonesia dapat ikut pindah ke Jakarta. Waktu itu IPSI baru 2 tahun berdiri, yaitu sejak didirikan pada tanggal 18 Mei 1948 di Surakarta, oleh Panitia Persiapan Persatuan Pencak Silat Indonesia, yang menetapkan Mr. Wongsonegoro sebagai Ketua PB.IPSI.

Saat IPSI berdiri, Republik Indonesia sedang dalam masa perjuangan untuk mempertahankan kemerdekaan dan memantapkan kedaulatan Republik Indonesia, yang harus ditempuh melalui perjuangan baik secara fisik maupun diplomasi. Kondisi ini juga mengakibatkan IPSI yang masih berusia muda harus mengkonsentrasikan pengabdiannya kepada perjuangan kemerdekaan, sehingga kondisi manajerial dan operasional IPSI kala itu mau tidak mau mengalami penyusutan.Di sisi lain, Pemerintah Pusat RI kala juga sedang menghadapi pemberontakan Darul Islam dan Tentara Islam Indonesia ( DI/TII ) di beberapa daerah, termasuk di Jawa dan Lampung. Untuk menambah kekuatan dalam melawan DI/TII tersebut, Panglima Teritorium III waktu itu, Kolonel (terakhir Letnan Jenderal) R.A. Kosasih, dibantu Kolonel Hidayat dan Kolonel Harun membentuk PPSI (Persatuan Pencak Silat Indonesia), yang kala itu didirikan untuk menggalang kekuatan jajaran Pencak Silat dalam menghadapi DI/TII yang berkembang di wilayah Lampung, Jawa Barat (termasuk Jakarta), Jawa Tengah bagian Barat termasuk D.I. Yogyakarta.Setidaknya dalam kondisi tersebut timbulah dualisme dalam pembinaan dan pengendalian Pencak Silat di Indonesia, yaitu Ikatan Pencak Silat Indonesia (IPSI) dengan konsentrasi lebih banyak dalam hal pembinaan pada aspek Olah Raga, sedangkan Persatuan Pencak Silat Indonesia (PPSI) lebih banyak membina pada aspek seni pertunjukan (ibing Pencak Silat) dan Pencak Silat bela diri untuk melawan DI/TII. Selain dua organisasi, IPSI dan PPSI ini, juga terdapat beberapa organisasi lain seperti Bapensi, yang masing-masing berupaya merebut pengaruh sebagai induk pembinaan pencak silat di Indonesia.

Sementara itu IPSI harus berjuang keras agar pencak silat dapat masuk sebagai acara pertandingan di Pekan Olahraga Nasional. Hal serupa juga dilakukan oleh PPSI yang setiap menjelang PON juga berusaha untuk memasukkan pencak silatnya agar dapat ikut PON. Namun Pemerintah, yang pada tahun 1948 juga ikut berperan mendirikan IPSI, hanya mengenal IPSI sebagai induk organisasi pencak silat di Indonesia.

Kala itu induk organisasi olahraga yang ada adalah KOI (Komite Olimpiade Indonesia) diketuai oleh Sri Sultan Hamengkubuwono IX, dan PORI (Persatuan Olahraga Republik Indonesia) dengan Ketua Widodo Sosrodiningrat.Di tahun 1951, PORI melebur kedalam KOI. Tahun 1961 Pemerintah membentuk Komite Gerakan Olahraga (KOGOR) untuk mempersiapkan pembentukan tim nasional Indonesia menghadapi Asian Games IV di Jakarta. Kemudian di tahun 1962 Pemerintah untuk pertama kalinya membentuk Departemen Olahraga (Depora) dan mengangkat Maladi sebagai menteri olahraga. Selanjutnya di tahun 1964 Pemerintah membentuk Dewan Olahraga Republik Indonesia (DORI), yang mana semua organisasi KOGOR, KOI, top organisasi olahraga dilebur ke dalam DORI.

Pada tanggal 25 Desember 1965, IPSI ikut membentuk Sekretariat Bersama Top-top Organisasi Cabang Olahraga, yang kemudian mengusulkan mengganti DORI menjadi Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) yang mandiri dan bebas dari pengaruh politik, yang kemudian kelak pada 31 Desember 1966 KONI dibentuk dengan Ketua Umum Sri Sultan Hamengkubuwono IX. Maka kala itu IPSI juga ikut memegang peranan penting dalam sejarah pembentukan KONI sehingga kelak menjadi induk organisasi olahraga di Indonesia.

Menjelang Kongres IV IPSI tahun 1973 beberapa tokoh Pencak Silat yang ada di Jakarta membantu PB IPSI untuk mencari calon Ketua Umum yang baru, karena kondisi Mr. Wongsonegoro yang pada saat itu sudah tua sekali. Salah satu nama yang berhasil diusulkan adalah Brigjen.TNI Tjokropranolo (terakhir Letjen TNI) yang pada saat itu menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta. Sekalipun kelak kemudian pada Kongres IV ini beliau terpilih sebagai Ketua Umum PB IPSI, namun jalan bagi Brigjen.TNI. Tjokropranolo tidaklah semudah yang dibayangkan. Masih banyak tugas dan tanggung jawab  PB IPSI yang kelak harus dihadapi dengan serius. Disamping itu PB IPSI pun perlu merumuskan jati dirinya secara lebih aktif, disamping merumuskan bagaimana mempertahankan eksistensi dan historis IPSI dalam langkah pembangunan nasional.






Karena itu kemudian Brigjen.TNI. Tjokropranolo dibantu oleh beberapa Perguruan Pencak Silat yaitu:





  • dari Tapak Suci Bapak Haryadi Mawardi, dibantu Bpk. Tanamas;

  • dari KPS Nusantara Bp. Moch Hadimulyo dibantu Bp. Sumarnohadi, Dr. Rachmadi, Dr. Djoko Waspodo;

  • dari Kelatnas Perisai Diri Bp. Arnowo Adji HK;

  • dari Phasadja Mataram Bp. KRT Sutardjonegoro;

  • dari Perpi Harimurti Bp. Sukowinadi;

  • dari Perisai Putih Bp.Maramis, Bp. Runtu, Bp. Sutedjo dan Bp. Himantoro;

  • dari Putera Betawi Bp.H. Saali;

  • dari Persaudaraan Setia Hati Bp. Mariyun Sudirohadiprodjo, Bp. Mashadi, Bp. Harsoyo dan Bp.H.M. Zain;

  • dari Persaudaraan Setia Hati Terate Bp. Januarno, Bp. Imam Suyitno dan Bp. Laksma Pamudji.






 
Salah satu tantangan yang cukup berarti saat itu adalah belum berintegrasinya PPSI ke dalam IPSI. Kemudian atas jasa Bapak Tjokropranolo berhasil diadakan pendekatan kepada 3 (tiga) pimpinan PPSI yang kebetulan satu corps yaitu Corps Polisi Militer. Sejak itu PPSI setuju berintegrasi dengan IPSI, kemudian Sekretariat PB IPSI di Stadion Utama dijadikan juga sebagai Sekretariat PPSI. Pada Kongres IV IPSI itulah kelak kemudian, H. Suhari Sapari, Ketua Harian PPSI datang ke Kongres dan menyatakan bahwa PPSI bergabung ke IPSI.

 
Kongres IV IPSI tahun 1973 menetapkan Bp. Tjokropranolo sebagai Ketua PB. IPSI menggantikan Mr. Wongsonegoro. Mr. Wongsonegoro telah berjasa mengantarkan IPSI dari era perjuangan kemerdekaan menuju era yang baru, era mengisi kemerdekaan. Saat inilah seolah IPSI berdiri kembali dan lebih berkonsentrasi pada pengabdiannya, setelah sebelumnya melalui masa-masa perang fisik dan diplomasi yang dialami seluruh bangsa Indonesia. Di bawah kepemimpinan Bapak Tjokropranolo ini IPSI semakin mantap berdiri dengan tantangan-tantangan yang baru sesuai perkembangan zaman. Pada Kongres IV IPSI itu pun sepuluh perguruan yang menjadi pemersatu dan pendukung tetap berdirinya IPSI diterima langsung sebagai anggota IPSI Pusat, dan kemudian memantapkan manajemen, memperkuat rentang kendali PB IPSI sampai ke daerah-daerah, dan mempersatukan masyarakat pencak silat dalam satu induk organisasi. Untuk selajutnya Bapak Tjokropranolo menegaskan bahwa 10 (sepuluh) Perguruan Silat tersebutlah yang telah berhasil bukan sekedar menyusun bahkan juga melaksanakan program-program IPSI secara konsisten dan berkesinambungan.

Maka selanjutnya yang dimaksud dengan sepuluh perguruan tersebut adalah:

  1. Tapak Suci,

  2. KPS Nusantara,

  3. Kelatnas Perisai Diri,

  4. Phasadja Mataram,

  5. Perpi Harimurti,

  6. Perisai Putih,

  7. Putera Betawi,

  8. Persaudaraan Setia Hati,

  9. Persaudaraan Setia Hati Terate,

  10. Persatuan Pencak Seluruh Indonesia (PPSI).





Pada waktu kepemimpinan Bapak. H. Eddie M. Nalapraya nama kelompok 10 (sepuluh) Perguruan Silat anggota IPSI Pusat tersebut diubah menjadi 10 (sepuluh) Perguruan Historis, setelah sebelumnya sempat istilahnya disebut sebagai  Top Organisasi, atau Perguruan Induk kemudian menjadi Perguruan Anggota Khusus karena keanggotannya di IPSI Pusat menjadi anggota khusus. Di dalam setiap Munas IPSI maka Perguruan Historis ini selalu menjadi peserta dan memiliki hak suara di dalam Munas.