Kamis, 08 Maret 2012

SEJARAH LAHIRNYA TAPAK SUCI

Atas izin Allah SWT, pada malam Jumat, tanggal 10 Rabiulawwal 1383 H, atau bertepatan dengan 31 Juli 1963, di Kauman, Yogyakarta, dideklarasikan berdirinya Persatuan Pencak Silat TAPAK SUCI. Pada waktu deklarasi, digariskan bahwa; (1) Tapak Suci berjiwa ajaran KH. Ahmad Dahlan; (2) Keilmuan Tapak Suci metodis dinamis; (3) Keilmuan Tapak Suci bersih dari syirik. Nama Perguruan dirumuskan dengan mengambil dasar dari ajaran Perguruan Kauman, sehingga ditetapkanlah nama TAPAK SUCI. Tata tertib upacara disusun oleh Moh. Barie Irsyad. Doa dan Ikrar disusun oleh H. Djarnawi Hadikusuma. Lambang Perguruan diciptakan oleh M. Fahmie Ishom. Lambang Anggota diciptakan oleh Suharto Sudjak. Lambang Tim Inti Kosegu dibuat oleh Ajib Hamzah. Bentuk dan warna pakaian ditentukan oleh M. Zundar Wiesman dan Anis Susanto.



Susunan pengurusnya yang pertama sebagaimana tersebut sebagai berikut:


Pelindung:  H. Djarnawi Hadikusuma

Penasehat: Drs.Med. M. Diham Hadjam

Ketua I: M.Barie Irsjad

Ketua II: Drs.Irfan Hadjam

Sekretaris I: M.Rustam

Sekretaris II: M.Dalhar Suwardi

Bendahara I: M.Sobri Achmad

Bendahara II:  M.Zundar Wiesman

Perlengkapan:  Achmad Djakfar; M.Slamet

Anggota: M.Djakfal Kusuma; Anis Susanto

Bidang Keilmuan:  A. Dimyati; M.Wahib

Bidang Medis:  Dr.M.Baried Ishom


Pada usia enam bulan Tapak Suci dapat tampil yang pertama dihadapan masyarakat yaitu pada Pagelaran Pencak Silat dalam Ta'aruf Pembukaan Kongres Islam Asia Afrika di Kepatihan, Yogyakarta.


Setahun setelah berdiri, tepatnya tahun 1964, TAPAK SUCI secara de facto sudah merupakan gerakan Muhammadiyah. Lambang Sinar Matahari pun dimasukkan ke dalam Lambang TAPAK SUCI sebagai identitas bahwa TAPAK SUCI adalah gerakan Muhammadiyah. Sebutan perguruan dilengkapi menjadi TAPAK SUCI PUTERA MUHAMMADIYAH, berdasar kenyataan bahwa Tapak Suci didirikan oleh putera-putera dari keluarga-keluarga Muhammadiyah. HR.Haiban Hadjid menjalankan amanat sebagai Ketua Umum, dan H.Djarnawi Hadikusuma duduk sebagai Penasehat. Di tahun 1964 dibukalah pendaftaran anggota untuk umum secara besar-besaran. Pada kesempatan ini cukup banyak anggota baru yang mendaftar, termasuk yang berasal dari aktifis PPI, KAPPI, KAMI, dan HMI, di Yogyakarta.


Aris Margono (pelajar SPG Muhammadiyah I Yogyakarta), adalah salah satu murid yang belajar Tapak Suci pada masa itu. Ia adalah aktifis KAPPI di Yogyakarta. Ia gugur pada tanggal 10 Maret 1966, dan kemudian diabadikan sebagai Pahlawan Ampera di Yogyakarta. Seorang aktifis lainnya, Aris Munandar (Pelajar SMP Muhammadiyah X, Yogyakarta), juga gugur pada hari yang sama.


Setelah meletusnya pemberontakan G30 S/PKI, Tapak Suci kembali ke sarang dan berkonsetrasi kembali pada organisasi. Kali ini organisasi mesti memenuhi kebutuhan untuk melatih di daerah-daerah. Beberapa daerah mengajukan permintaan untuk dibuka latihan Tapak Suci. Hal itu pulalah yang mendorong Tapak Suci cepat tersebar ke daerah-daerah. Beberapa praktisi beladiri yang berada di lingkungan Muhammadiyah pun ikut bergabung dengan Tapak Suci, sehingga dengan demikian menyemarakkan gegap gempita Tapak Suci baik dari sisi organisasi maupun keilmuan. Perguruan Tapak Suci yang awalnya hanya di Yogyakarta akhirnya berkembang keluar Yogyakarta dan masuk ke daerah-daerah lainnya. Tapak Suci betul-betul dihadapkan pada tantangan berupa kaderisasi dan manajerial organisasi.




Keluarga Pertama

Di Jember, Jawa Timur, sebelumnya sudah terdapat sebuah perguruan besar, yaitu Perguruan Guntur.  Perguruan Guntur dipimpin oleh H.Syeh Abussamad Alwi, Buchory Achmad, dan Hadiningram. Ketika Tapak Suci mengembangakn sayapnya ke wilayah timur, kedua perguruan ini saling bertemu. Perguruan Guntur menyatakan akan bergabung dengan Tapak Suci apabila Tapak Suci memiliki kelebihan. Setelah melalui pembuktian, penampilan jurus, dan adu kaweruh, cita-cita kedua perguruan ini dimuluskan oleh Allah SWT. Perguruan Guntur menyatakan bergabung dengan Tapak Suci. Atas ridho dan kehendak Allah SWT, Jember menjadi Keluarga Pertama Tapak Suci yang berada di luar Yogyakarta.



Pemantapan Organisasi

Di tahun 1966 diselenggarakan Konferensi Nasional I Tapak Suci yang dihadiri oleh para utusan dari daerah-daerah. Pada saat itu berhasil dirumuskan pemantapan organisasi secara nasional, dan Perguruan Tapak Suci dikembangkan lagi namanya menjadi Gerakan dan Lembaga Perguruan Seni Beladiri Indonesia Tapak Suci Putera Muhammadiyah. Kemudian melalui Sidang Tanwir Muhammadiyah pada tanggal 28 Juli s.d 1 Agustus 1967 di Yogyakarta, Tapak Suci Putera Muhammadiyah diterima dan ditetapkan menjadi organisasi otonom ke-11 di Persyarikatan Muhammadiyah. Hal ini tidak bisa dilepaskan dari dukungan KH. Ahmad Badawi, seorang pimpinan Muhammadiyah yang berwawasan luas dan bijaksana, yang saat itu menjabat sebagai Ketua Umum PP.Muhammadiyah. KH.Ahmad Badawi memandang bahwa TAPAK SUCI sangat efektif sebagai tempat pembinaan Kader Muhammadiyah.


Dari rintisan sejarah ini dapat kita temui bahwa Tapak Suci tidak dibesarkan oleh kehebatan orang perorang. Keilmuan Tapak Suci juga bukan keilmuan yang berasal dari kehebatan satu orang semata. Tapak Suci lahir, tumbuh, dan menjadi besar karena berjamaah. Tapak Suci lahir karena ridho dan kerelaan, yang direspon oleh kerja nyata yang ikhlas. Makna Tapak Suci telah mengisyaratkan anggotanya untuk berkarya nyata dengan ikhlas dan berserah diri kepada Allah, sebagai manifestasi dari tindak-tanduk kesucian.




Prestasi olahraga dan seni


Dalam Kejuaraan Nasional I Tapak Suci tahun 1967 di Jember, pertandingan Pencak Silat Tapak Suci dilaksanakan dengan pertarungan bebas. Hal ini bercermin dari tradisi perguruan sejak dulu dalam melakukan sabung (pertarungan) yaitu menggunakan sistem full-body contact, yang mana setiap anggota tubuh adalah sasaran sah untuk diserang, kecuali mata dan kemaluan. Namun ternyata sistem pertarungan seperti itu tidak dapat diterapkan dalam pertandingan olahraga karena dapat mengakibatkan cidera, cacat permanen, bahkan kematian. Maka seiring dengan itu sejak Kejurnas I di Jember tahun 1967 sistem pertandingan olahraga Tapak Suci terus mengalami penyempurnaan, sekalipun hingga beberapa dasawarsa ke depan kemudian, sistem pertandingan olahraga Tapak Suci tetap tidak menggunakan pelindung badan (body-protector), dengan pengertian bahwa pelindung badan pesilat Tapak Suci adalah keilmuan dan ketangkasan si pesilat. Pada Kejurnas I di Jember itu pun sudah diperlombakan pencak silat seni, yang mana yang dilombakan adalah Kerapihan Teknik Permainan.


Ketika Tapak Suci memantapkan diri dalam gerakan olahraga dan seni, keilmuan Tapak Suci ditampilkan melalui 4 aspek; mental-spiritual, olahraga, seni, dan beladiri. Adapun ilmu pengebalan tubuh ataupun anggota tubuh berupa alat penyasar, mulai ditinggalkan. Hal ini mengingat adanya anjuran dari Majelis Tarjih Pimpinan Pusat Muhammadiyah agar ilmu tersebut disimpan, kalau toh itu ilmu yan haq, akan tetapi dikhawatirkan dapat menjadi satu kesombongan.



Perguruan Historis IPSI

Pada masa-masa perkembangan Perguruan Tapak Suci yang telah merambah ke persada nusantara, maka dipandang perlu bagi Perguruan Tapak Suci untuk mencari induk organisasi pencak silat. Pada waktu itu sekurang-kurangnya ada tiga organisasi yang menamakan diri sebagai induk organisasi pencak silat Indonesia, yaitu: PPSI yang digerakkan dari Bandung, IPSI yang digerakkan dari Jakarta, dan BAPENSI yang digerakkan dari Yogyakarta, yang masing-masing mencari kekuatan pendukung.


Melalui Rapat Kerja Nasional yang dilaksanakan pada tanggal 19 s.d 20 April 1967 di Pekalongan, disamping memutuskan dan mengesahkan Anggaran Rumah Tangga, Tapak Suci berketetapan hati memilih Ikatan Pencak Silat Seluruh Indonesia (sekarang Ikatan Pencak Silat Indonesia) sebagai induk organisasi pencak silat. Untuk itu Tapak Suci didaftarkan kepada PB. IPSI dan langsung diterima menjadi anggota nasional. Tapak Suci didudukkan sebagai salah satu dari 10 Perguruan Historis IPSI, mengingat peran Tapak Suci yang menunjang tegak berdirinya PB. IPSI yang kala itu kondisinya sedang kritis.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar