Selasa, 08 Juli 2003

SISWA DASAR

 SISWA DASAR


 

  1. I.                  BENTUK KUDA-KUDA DASAR


    1. 1.                 Kuda-Kuda Berat ditengah

    2. 2.                 Kuda-Kuda Berat dibawah

    3. 3.                 Kuda-kuda Berat didepan

    4. 4.                 Kuda-Kuda Berat dibelakang

    5. 5.                 Kuda-Kuda satu kaki

    6. 6.                 Kuda-Kuda Segaris Menghadap





  1. II.               CARA MELANGKAH


    1. 1.                 Melangkah maju 3x, mundur 3x

    2. 2.                 Menggeser Maju 3X, mundur 3X

    3. 3.                 Menggeser Samping kanan 3X, kiri 3X

    4. 4.                 Langkah DEDET maju 3X, mundur 3x




  1. III.           KUDA-KUDA BALIK


    1. 1.                 Balik 1

    2. 2.                 Balik 2

    3. 3.                 Balik 3

    4. 4.                 Balik 4




  1. IV.             HINDARAN


    1. 1.                 Rajawali Terbang

    2. 2.                 Tangkai Mawar Layu tertiup angina




  1. V.                JURUS DASAR


    1. 1.                 Katak Melempar Tubuh

    2. 2.                 Mawar Mekar

    3. 3.                 Mawar Layu

    4. 4.                 Naga Terbang dalam

    5. 5.                 Naga Terbang Luar

    6. 6.                 Tandukan Naga Jantan

    7. 7.                 Ikan Terbang menjulang angkasa

    8. 8.                 Ikan Terbang Menggoyang sirip

    9. 9.                 Rajawali Mengibas sayap atas

    10. 10.             Rajawali Mengibas sayap Bawah

    11. 11.             Rajawali Mengibas sayap Luar

    12. 12.             Rajawali Mengibas sayap Dalam

    13. 13.             Harimau Membuka Jalan

    14. 14.             Harimau Menutup Jalan




  1. VI.             RANGKAIAN JURUS


    1. 1.                 Bunga Rampai Putih Dasar




  1. VII.         TEKNIS PRAKTIS


    1. 1.                 Katak Melempar Tubuh VS Mawar Mekar

    2. 2.                 Naga Terbang dalam VS Rajawali Mengibas sayap luar

    3. 3.                 Ikan Terbang menggoyang sirip VS Rajawali Mengibas sayap bawah

    4. 4.                 Ikan Terbang Menjulang angkasa VS Mawar Layu





    • VIII.      FISIK




      • 1.                 Push Up Putra 10X Putri 5X

      • 2.                 Sit Up Putra 10X Putri 5X

      • 3.                 Back Up Putra 10X Putri 5X



Selasa, 10 Juni 2003

Tenaga dalam Ajian Gelap Ngampar

Tenaga dalam Ajian Gelap Ngampar

 tenaga dalam Ajian Gelap Ngampar merupakan lanjutan dari tenaga dalam sebelumnya.

tenaga dalam Ajian Gelap Ngampar berfungsi meningkatkan pukulan 10 kali
lipat saat menghadapi musuh, jadi jika agan menghadapi 2 musuh maka
kekuatan agan berlipat menjadi 20 kali, perlu di ingat pukulannya tidak
membuat musuh pingsan namun bisa berujung maut, jadi waspada dan hati
hatilah dalam menggunakannya, beda halnya dengan aji lembu sekilan hanya
membuat pingsan aja.



setelah ane membuka jasa pembukaan tenaga dalam seperti pada thread ini kini ane membuka program lanjutan yakni membuka jasa pengisian ajian Ajian Gelap Ngampar.

system pengisian keilmuan ini bisa datang langsung ke tempat ane bisa juga transfer energi jarak jauh hingga ke seluruh negara.



nb:


  1. program tenaga dalam Ajian Gelap Ngampar merupakan program lanjutan
    dari tenaga dalam sebelum nya, jadi yang sudah pernah di isi bisa
    langsung meng upgrade.

  2. tenaga dalam Ajian Gelap Ngampar merupakan ke ilmuan paling tinggi dari sejenis nya, sehingga power nya lebih kuat dan mumpuni.


sejarah dari tenaga dalam Ajian Gelap Ngampar

Salah satu orang Jawa yang terkenal kesaktiannya adalah Raden Rangga.
Siapa dia? Raden Rangga adalah anak satu-satunya Panembahan Senopati dan
Ratu Kali Nyamat. Sejak kecil hingga remaja, Raden Rangga sudah bakat
menjadi pendekar sakti dan tangguh. Sayangnya, dia memiliki watak buruk
yaitu pemarah dan suka memukul.



Suatu ketika seorang pendekar pilih tanding dari Banten datang untuk
menantang adu kesaktian Panembahan Senopati, sang ayah yang juga pendiri
dinasti Mataram ini. Raden Rangga tahu kedatangan pendekar Banten ini
dan meminta pada Panembahan Senopati agar dirinya saja yang menghadapi.
Permintaan dari sang anak pun dituruti sekaligus untuk mengetahui sampai
seberapa hebat ilmu kesaktian Raden Rangga.



Adu kekuatan pun terjadi antara Raden Rangga vs Pendekar Banten. Mulai
menggunakan tenaga biasa hingga tenaga dalam tingkat tinggi. Akhirnya,
dengan pukulan tenaga dalam, sang pendekar Banten tewas berkalang tanah.



Raden Rangga memiliki segudang ilmu kesaktian. Salah satunya adalah
kekuatan jari tangannya untuk menusuk-nusuk batu. Batu yang keras terasa
oleh Raden Rangga seperti menusuk tanah lunak. Suatu ketika, dia
diperintahkan oleh sang ayah untuk berguru ke Ki Juru Martani. “Aku ini
sudah sakti mandraguna, tapi kenapa masih diperintahkan untuk berguru ke
eyang Juru, saya akan mendapatkan apa?” begitu katanya dalam hati.



Singkatnya, Raden Rangga pun menurut dan pergi menghadap Ki Juru
Martani. Sesampai di depan rumah Ki Juru yang ada masjid kecil di teras,
dia terpaksa menunggu. Sebab Ki Juru sedang sholat dhuhur. Raden Rangga
pun duduk di trap mesjid yang terbuat dari batu kumalasa dan iseng
jarinya ditusuk-tusukkan. Batu itu pun berlobang-lobang.



Usai sholat, Ki Juru keluar masjid. Dia langsung menyapa Raden Rangga.
“Cucuku, apa jarimu tidak sakit menusuk batu yang keras itu?” Seketika
itu pula, batu itu menjadi keras dan kesaktian Raden Rangga hilang
seketika. “Benar kata ayah bahwa saya harus berguru pada panjenengan
eyang Juru Martani. Saya sadar, orang muda seperti saya tidak boleh
menyombongkan ilmu kesaktian pada orang yang lebih tua”



Ki Juru Martani kemudian mengajari raden Rangga berbagai ilmu kesaktian.
Salah satu yang diajarkannya adalah Aji Lembu Sekilan. Ajian ini untuk
menghadapi lawan di dalam peperangan. Senjata tajam dan tumpul tidak
akan mampu melukai tubuh bagi pemilik ajian ini. Untuk melakukan
penyerangan pukulan, aji lembu sekilan sangat efektif karena bisa
melipat gandakan tenaga ratusan kali tenaga biasa.



Bagi para pendekar yang ingin memiliki ajian ini, dia tidak boleh
memanggil lembu (sapi) dan tidak diperkenankan memakan dagingnya. Dia
harus menjalani laku berupa puasa 40 hari hanya makan dedaunan yang
dikulup dengan bumbu garam. Minumnya air kendi dan apabila sudah selesai
40 hari lalu dia kemudian erlu nglowong tiga hari tiga malam mulai hari
Kamis Wage. Cara matek aji ini yaitu membaca mantra di bawah ini:



Niat ingsun amatek ajiku si lembu sekilan,

Rosulku lungguh ibrahim nginep babahan,

Kep karekep barukuut kinemulan wesi kuning,

Wesi mekakang, secengkang sakilan sadepo,

Sakehing brojo ora nedhasi bedil pepet mriyem

Buntu tan tumomo songko kersaning Allah.



Seketika itu pula daya gaib ajian ini bekerja.



Raden Rangga juga dibekali ajian penutup yang sangat hebat. Nama ajian
pemberian Ki Juru Martani ini adalah Ajian Gelap Ngampar. Ajian yang
konon milik salah seorang sahabat Rasulullah, yaitu Baginda Ali ini
untuk menghadapi peperangan massal. Sekali matek aji dan berteriak maka
nyali musuh akan ciut dan mereka akan buyar lari tunggang langgang
ketakutan. Pendekar pemilik Ajian Gelap Ngampar sangat ditakuti karena
tubuhnya kebal senjata dan memiliki mata yang bisa memancarkan sinar
sangat kuat sampai yang dilihat terbakar.



Cara mendapatkan Ajian Gelap Ngampar ini dituturkan Ki Juru Martani sebagai berikut:

“Puasa mutih 40 hari, makan hanya sekali tiap 12 malam. Setelah puasa
selesai, maka dia harus nglowong (tidak tidur dan begadang di luar
rumah) selama 7 hari 7 malam dan mulai puasa pada hari sabtu Kliwon”
Ajian ini otomatis bekerja bila dalam peperangan sang pendekar membaca
mantra di bawah ini:



“Niat ingsun amatek ajiku si gelap ngampar,

gebyar-gebyar ono ing dadaku,

ulo lanang guluku

macan galak ono raiku

suryo kembar ono netraku

durgodeg lak ono pupuku,

gelap ngampar ono pangucapku

gelap sewu suwaraku

yo aku si gelap ngampar”



Demikian sedikit sejarah dua ajian dahsyat unggulan para pendekar Jawa
masa silam ini. Tidak salah kita belajar berbagai ilmu kesaktian dengan
harapan agar kita semakin bijaksana bahwa samudra ilmu Tuhan begitu
luasnya. Sementara ilmu manusia hanya memiliki sedikit ilmu seperti
setitik air saja. Namun, setitik air ilmu itu pun bila dimanfatkan
secara optimal dengan tujuan luhur akan mendatangkan berkah. Berbagai
ilmu ajian warisan para leluhur ini pun bisa mendatangkan manfaat yang
besar. Misalnya, untuk menghadapi kejahatan yang ki




meskipun dalam sejarahnya ada ritual puasa namun agan gak perlu
melakukan ritual puasa, krn melakukannya pun tampa ane isi gak bakalan
berhasil jadi percuma. jd proses pengisiannya TAMPA PUASA ATAU SEJENISNYA

mahar 150rb (khusus upgrade) dan bagi pemula dan belum pernah di isi
tenaga dalam sebelumnya mahar 350rb nanti dapat tenaga dalam tingkat 1
dan juga gelap ngampar (masih tahap promo, sewaktu waktu naik)

bagi yang berminat silahkan sms/wa/line ane di 082341055555




Ilmu ini sebetulnya sangat berguna untuk seorang pemimpin atau orang
yang punya bawahan, karena ajian ini punya fungsi suara yang menggelegar
bagaikan petir yang menyambar mangsanya,padahal dalam bicaranya sangat
pelan, akan tetapi berkat ajian gelap ngampar suaranya mampu
menggetarkan hingga yang mendengar tidak berdaya bahkan akan diam dan
bergetar dan terpaku karena rasa takutnya

Kamis, 01 Mei 2003

Tenaga dalam sebagai media penyembuhan



Tenaga dalam seringkali dimanfaatkan sebagai media penyembuhan meskipun sangat sedikit penelitian yang membuktikan bahwa hal tersebut bekerja. Pada kenyataannya tenaga dalam telah digunakan selama ribuan tahun di berbagai komunitas budaya untuk menyembuhkan gangguan fisik dan mental. Hanya baru-baru ini mereka berada di bawah pengawasan arus metode ilmiah Barat.

Pengamatan dari 1980 sampai 1992 yang dilakukan di Amerika Serikat dan Jepang menunjukan bahwa dari tangan seorang penyembuh tenaga dalam (prana) terpancar medan biomagnetik dengan frekuensi dari 0,3 – 30 hz dengan rata-rata kegiatan disekitar 7-8 hz. Seorang ahli Q-Gong dapat memancarkan medan cukup besar yang dapat deteksi melalui dua kumparan dengan 80.000 putaran lilitan. Pengamatan berkembang ke pengamatan medan akustik (suara) dan medan panas, selanjutnya melalui temuan-temuan ini mendorong ilmu kedokteran mulai mempelajarinya. Banyak kemanfaatan dalam penyembuhan dengan medan biomagnetik ini baik yang dihasilkan oleh praktisi prana ataupun yang dihasilkan oleh peralatan elektromagnetik.

Jumat, 18 April 2003

BUDAYA UNTUK APA?

Jika orang ditanya; apakah budaya itu? Sebagian oang menjawab ludruk, wayang, reog, tandak, tari pendet. Sebagian lagi (kaum intelek) menjawab bahwa budaya itu adalah ‘kebiasaan’ yang meliputi kebiasaan ekonomi, politik, sistem kepercayaan, sistem matapencaharian, bahasa dan seni dalam lingkungan masyarakatnya.

Tetapi ketika ditanya untuk apa budaya itu, semua orang terdiam.

Memang budaya itu bukan sebuah alat. Tetapi jika dengan sedikit mengkaji, mengidentifikasi budaya yang hidup di lingkungan masyarakat maka akan diperoleh manfaatnya. Konflik-konflik yang terjadi di banyak daerah karena lebih disebabkan oleh seringnya kita mengabaikan fakta budaya setempat. Contoh, konflik berdarah di Sampit Kalimantan.

Pasuruan adalah kota multi kultural, artinya, di kota ini terdapat banyak adat kebiasaan, sistem nilai, norma yang satu sama lain berbeda-beda. Secara garis besar budaya Pasuruan itu saya bagi –meminjam trikhotominya Clifford Geertz-  budaya santri, priyayi, abangan, dan Cina. Banyak orang yang tidak sepakat dengan kategorisasi ini. Memang dalam tataran manifest (lahir) kategorisasi budaya di Pasuruan batas-batasnya telah ambruk. Dalam mengkonsumsi makanan misalnya, kaum santri suka sekali makan cap cay, koloke, bihun goreng, fuyung hay, bak pao. Dengan catatan yang dimakan itu tidak diharamkan dalam agama (baca:Islam).

Orang Cina Pasuruan (sekarang) maupun komunitas priyayi (juga sekarang) amat suka melahap makanan ke- arab-araban (santri) yang di masa yang lalu amat dibencinya seperti; sate kambing, gule kacang ijo, dhobi, maraq, kebuli, dan lain sebagainya. Begitu juga dalam hal cara berpakaian, hubungan intrapersonal, apalagi hubungan bisnis sudah tidak ada batas lagi.Tetapi dalam tingkat sistem nilai budaya terdapat perbedaan.

Plural adalah kenyataan perbedaan yang ada di masyarakat, dan kewajiban yang diperintahkan Allah kepada kita adalah untuk saling kenal mengenal. Sedangkan pluralisme adalah faham ideologi yang menafikan perbedaan. Semua agama sama saja, agamamu agamaku, agamaku agamamu.

Perbedaan bukanlah laknat.

Inna kholaqnakum min dzakarin wa untsa wa jaalnakum syu’uban wa qobailan li ta’arofu (Al Qur’an: Al Maidah:9).

Perjalanan budaya di kota Pasuruan sama panjangnya dengan kehadiran manusia itu sendiri. Periodeisasi morfologi budaya Pasuruan berurutan mulai dari pertama, kedatangan tiga agama; Hindu, Budha, dan Islam pada abad ke-9. Setelah berlabuh di Tanjung Tembikar (muara sungai Kraton Pasuruan), komunitas Hindhu dan Budha melanjutkan pengembaraan spiritualnya ke arah gunung-gunung dalam rangka meraih nirwana. Sedangkan komunitas Muslim (Muslim Timur Tengah maupun Muslim Siam, Cina) menetap di daerah pesisir yang kemudian berkembang menjadi sebuah kota yang diberi nama Pasuruan (Memerlukan penelitian lebih lanjut, yang jelas bukan tanggal 8 Pebruari 1686) .

Kedua, kedatangan komunitas priyayi yang menaklukkan Pasuruan pada tahun 1617. Istilah priyayi berasal dari lingkungan keluarga kerajaan Mataram yaitu, poro-yayi, artinya ‘para adik’ yang kemudian budaya priyayi berkembang di kota Pasuruan.

Ciri-ciri priyayi yang paling menonjol adalah pemakaian gelar-gelar bangsawan Jawa. Secara berjenjang gelar-gelar itu dimulai dari; putra raja bergelar Kanjeng Gusti Pangeran; cucu raja bergelar Kanjeng Pangeran Haryo; buyut dalem (cicit) bergelar Bandara Raden Mas Harya; canggah dalem (piut raja) bergelar Raden Mas Panji; dan wareng dalem (oneng-oneng raja) bergelar Raden. (Susuhunan Amangkurat I (1645-1677), Serat Angger-Angger Papangkat, dalam Kraton Surakarta dan Yogyakarta, 1769-1874, hal. 459-462).

Ketiga, komunitas abangan. Istilah ini berawal dari zaman Sunan Kalijaga. Islam terbelah mendjadi dua, Islam futi’ah dan Islam aba’ah kemudian menjadi islam-abangan. Kaum ‘abangan’ sebenarnya penghuni awal Pulau Jawa sebelum kedatangan orang India. Sistem kepercayaannya adalah animisme-dinamisme. Walaupun demikian kedatangan mereka di kota Pasuruan secara besar-besaran mejelang G.30.S. PKI 1965.

Jadi budaya itu untuk apa, atau lebih jelasnya meneliti, memahami, mengenli, respek terhadap budaya setempat sebetulya untuk apa?

Jawabnya adalah seperti telah ditegaskan dalam Al’Quran dalam Surat Al Maidah ayat 9 tersebut di atas. Kewajiban kita bukan harus menceburkan diri menjadi satu ke dalam ke anekaragaman, tetapi kata kuncinya adalah ‘agar kita saling megenal’, agar kita tidak berubah muka menajdi sinkretisme budaya yang pada gilirannya menjadi sikretisme agama. Agamamu agamaku, agamaku agamamu. Semua agama sama saja.

Keengganan semua orang terhadap kata budaya disebabkan oleh pertama, pertarungan budaya pada zaman Orde Lama. Seni dipakai sebagai alat propaganda PKI dengan LEKRA-nya. Melalui lakon sandiwara ludruk: Matinya Gusti Alloh, matinya Malaikat, PKI memposisikan ideologinya sebagai musuh agama (Islam). Gayungpun bersambut sampai pada hari ini bahwa segala sesuatu yang ada ning, nong, ning, gong-nya dianggap sebagai musuh agama dan seyogyanya dijauhi. Jangan berharap apabila ada pagelaran wayang di kota Pasuruan penontonnya sampai berjubel-jubel.

Kedua, kita tidak berani beranjak dari pengertian bahwa budaya itu bukan hanya menggarap bidang seni.pertunjukan saja. Padahal budaya itu meliputi segala aspek perilaku manusia dalam menerjemahkan perannya dalam kehidupan lingkungannya. Ketua PP Muhammadiyah Dyn Syamsudin, pernah mencanangkan metode da’wah melalui pendekatan da’wah cultural, tetapi tidak direspon oleh warga Muhammadiyah karena mereka heran dan protes keras:. Wong Muhammadiya kate dikongkon ludrukan ta? (Apakah warga Muhammadiyah disuruh main ludruk?). Salah satu sebab mengapa ketika Amien Rais mencalonkan diri sebagai Presiden banyak warga Muhammadiyah yang tidak memilih, adalah karena Pak Amien membuat langkah blunder. Pak Amien jadi dalang wayang kulit yang disiarkan di salah satu tv swasta. Pak Dien, dan Pak Amien tidak di hawwil (tidak digubris) apalagi saya yang berambut panjang, selalu pakai celana jeans, jangan harap diminta jadi penceramah atau sekedar diberi kesempatan membacakan susunan acara.

Pertanyaan budaya untuk apa, juga melanda komunitas ‘non santri’. Awalnya, budaya dipakai sebagai alat ideology dan nyaris bahwa budaya itu ideology. Kemudian ada reaksi dari kaum ‘santri’ (Islam), dan reaksi itu di reaksi balik oleh komunitas ‘non santri’. Masih segar dalam ingatan kita di zaman Orde Baru sebelum Pak Harto dan Ibu Tien beribadah haji (Orde Baru ada dua jenis: Orde Baru sebelum dan sesudah Pak Harto beribadah Haji), wanita Islam dilarang memakai jilbab. Di sekolah, ibu Dharmawanita, Ibu PKK, PNS maupun –dan apalagi- karyawan swasta. Karir saya macet, gara-gara karena istri saya ndlurung pakai jilbab. Kelas yang berkuasa sebelum Pak Harto ‘masuk islam’ beranggapan bahwa jilbab adalah budaya arab, bukan budaya asli Indonesia.

Nampaknya, kesalah-fahaman terhadap budaya akan terus berlanjut apabila tidak ada usaha-usaha dari para pemuka masyarakat maupun elite politik untuk ‘menyudahi’ pertikaian ini. Bagi kaum Muslimin sudah jelas bahwa Allah menjadikan manusia ini laki-perempuan, bersuku-suku , berabangsa-bangsa agar saling kenal mengenal. Saling mengenal antara laki-laki dan perempuan, ‘saling’ menganal masing-masing suku, ‘saling’ mengenal bangsa, ‘saling’ mengenal budaya dapat menyelamatkan bumi tetap dalam garis edarnya. ‘Kenali’ mengapa orang Islam itu wajib menjalankan ‘syari’at Islam, mengapa perempuannya mengenakan jilbab sehingga kita akan faham (karena berusaha mengenali) bahwa mereka melakukan hal yang demikian karena perintah agamanya. Mengenal akan menghindarkan kita dari kebencian, dan kebencian akan membuat kita tidak berlaku adil. Akibatnya, kita akan berusaha untuk ‘memusnahkan’ suku tertentu, agama tertentu, bangsa tertentu.

Budaya priyayi, santri, abangan, dan cina adalah bunga-bunga warna-warni yang ada di taman Pasuruan. Syah-syah saja bila seni reog-Ponorogo, wayang, seni-mataraman sering dipentaskan di Kota Pasuruan, tetapi menjadi kurang-ajar jika seni khas kota Pasuruan dipaksa jadi penonton. Mengeleminasi budaya asli sembari memanjakan seni tamu adalah perilaku ‘kolonialis-imperialis budaya’

Budaya untuk apa?

Agar kita saling kenal mengenal, sesudah itu timbul rasa memahami masing-masing komunitas, mengindarkan diri dari rasa kebencian, kemudian akan tergerak hatinuraninya untuk berlaku adil kepada diri sendiri maupun adil kepada orang lain..

Agar kita faham mengapa ada sebuah jalan sempit di atasnya bertuliskan: Turun!!! Dan di bawahnya ada gambar ‘clurit’ yang berlumuran darah, dan sebaliknya ada sebuah gang bertuliskan: Maaf terpaksa Anda menuntun kendaraan Anda, karena banyak anak kecil..

Gambar ‘clurit’ dan tulisan ‘maaf’ sudah cukup bagi sampean untuk bertindak lebih arif dalam menata kembali kesantunan etika agama. Komunitas ‘clurit’ akan menghargai, menghormati, tidak adigang, adigung , adiguna terhadap komunitas ‘maaf’, apalagi komunitas ‘maaf’ lebih berhati-hati terhadap komunitas ‘clurit’. Semoga. Amin!.