...
pilihan harus mengalah. Antara Anda terus mengeksploitasi lingkungan
lingkungan dengan kecepatan eksponensial.
harus terus dilanjutkan. Kalau pilihan kedua yang dipilih, maka majikan
tidak bisa lagi mengambil lebih dari yang mereka dapatkan.
jangan bertaruh untuk pilihan kedua. Setidaknya dalam jangka panjang.
melikuidasi budak tak berguna mereka.
mengekspor ke konsumen seluruh dunia (terutama Amerika). Tapi bagaimana
Konsumen
tidak bisa lagi diandalkan untuk meniup balon hutang di dalam sistem,
jadi sekarang kita harus mengandalkan pemerintah. Hehe… Tapi ingat ini,
apapun yang pemerintah lakukan, ujung-ujungnya harus dibayar lewat
pajak, karena uang yang mereka himpun adalah lewat surat hutang. Hutang
harus dibayar!
Rencananya adalah menyuruh pemerintah berhutang
lebih banyak. Asumsinya pemerintah lebih jago dibanding pihak swasta
dalam mengelola uang. Dan setelah uang itu terkumpul,
somehow belanja pemerintah itu bisa menggerakkan kembali roda perekonomian, dan
balon hutang mereka bisa kembali naik. Misalkan pemerintah menambah
surat hutang 1T (yang beli biasanya adalah dana dari publik, dan kalau
tidak berhasil maka bisa dicoba monetisasi dari bank sentral).
Apakah
cara ini akan berhasil atau tidak, satu hal yang pasti, sekarang
pemerintah perlu menarik pajak untuk membayar hutang 6T nya, bukan lagi
5T.
Dan jangan lupa yang tadi, semakin besar volume hutang di
dalam sistem, semakin banyak aktifitas ekonomi yang harus dilakukan
untuk membayar ongkos sewa uang di dalam sistem, alias semakin besar
ekploitasi lingkungan yang harus terjadi.
Apapun cara yang
akhirnya dipakai, Anda perlu memahami ini... Pemerintah bukan
sinterklas, mereka tidak akan melempar uang dari langit… Ada mekanisme
di mana uang didistribusikan di dalam
debt based money system.
Kita
tahu pemerintah bisa membangun proyek infrastruktrur, kita juga tahu
pemerintah memiliki sebuah pasukan besar yang dinamakan pegawai negeri,
polisi, atau tentara.
That’s it, merekalah yang akan mendapatkan uang hasil penjualan surat hutang baru itu.
Anda
tidak berpikir bahwa deflasi suplai uang di seluruh populasi bisa
dilawan dengan memberikan uang kepada kontraktor pemerintah dan pegawai
negeri saja, bukan begitu?
Untuk meniup kembali balon
fractional reserve banking, populasi itu harus memiliki kapasitas dan keinginan untuk meminjam (mengajukan kredit baru). Tetapi
peak credit yang dialami populasi itu hanya sedikit terbantu oleh uang yang diterima oleh pasukan pemerintah yang tadi.
Jadi, apa langkah lainnya?
Yang paling mungkin adalah manipulasi
social mood.
Dalam kondisi apapun juga, pemerintah, beserta media yang ada, harus
melaporkan proyeksi masa depan yang cemerlang, atau setidaknya lebih
baik daripada yang mereka tahu. Yang ada adalah kosakata i
nflation expectation, tidak ada kosakata
deflation expectation.
Ketika
orang khawatir akan inflasi, mereka akan membelanjakan uang mereka
(menukar uang dengan barang), dan dengan demikian aktifitas ekonomi akan
lebih hidup (mencegah deflasi). Dalam batas-batas yang mungkin
dilakukan, pemerintah dan bank-bank dealernya juga harus berusaha agar
index saham, harga komoditi, dan harga perumahan tidak jatuh ke level
yang membuat orang panik.
Bagaimana kalau semua usaha reflasi ini
akhirnya gagal? Ya, berarti harus ada cara lain agar lebih banyak uang
bisa diinjeksi ke populasi. Apa jalur paling efektif untuk melakukan
itu?
Cara paling cepat adalah mengambil alih perbankan.
Bagaimanapun perbankan memang ditakdirkan untuk bangkrut di era deflasi.
Di saat simpton deflasi bekerja, banyak aset perbankan yang akan
mengalami penurunan nilai. Dengan besarnya rasio
fractional reserve banking yang mereka terapkan, modal perbankan dalam sekejap bisa terhapus.
Mereka memang harus dinyatakan bangkrut atau diambil alih institusi
lain.
Tiga gelombang
debt based money system:
1. Inflasi dan turunnya nilai tabungan
2. Deflasi dan turunnya nilai ekuitas
3. Kebangkrutan massal dan konsolidasi kekuasaan
Dengan
menyuntik modal baru ke perbankan, bank tidak perlu ditutup (tentunya
bank-bank yang paling penting bagi grup Rokiburger, bank-bank skala
kecil-menengah silahkan ditutup). Mereka bisa menunggu proses deflasi
berakhir dan kemudian berharap siklus inflasi yang berikut bisa dimulai.
Pertanyaan di tahap itu adalah apakah pemerintahan itu benar-benar
sanggup menerbitkan surat hutang yang diperlukan sebagai modal untuk
disuntikkan ke perbankan.
Masalah berikut, sekali lagi,
pemerintah bukanlah sinterklas… Pemerintah bisa menyelamatkan perbankan
dengan menginjeksi modal ke dalamnya, tetapi bagaimana dengan perusahaan
swasta lainnya? Namanya juga
peak credit,
perusahaan-perusahaan swasta itu tetap saja tidak sanggup mengajukan
kredit baru. Apakah pemerintah juga harus menyuntik modal ke perusahaan
itu? Mengambil alih dan menjadi pemegang saham di dalamnya?
Kalau
jawabannya adalah ya, maka pemerintah akan menjadi bos perusahaan
mobil, asuransi, restoran, pabrik pakaian, perumahan, pertanian,
perkebunan, dan manufaktur lainnya. Karl Max pasti terharu di liang
kuburnya... Hehe…
“
Pendirian sebuah bank sentral adalah 90% dari usaha mengkomuniskan sebuah negara.”
-Vladimir Lenin-
Anyway,
isme-isme tidaklah penting, mau disebut komunisme, sosialisme,
kapitalisme, atau apapun. Tidak masalah perusahaan pribadi Rokiburger
yang memegang kepemilikan, ataupun pemerintah, selama pemerintah hanya
berfungsi sebagai sebuah lembaga administratif sistem. Pekerjaan
politisi adalah memantapkan dan memelihara status quo,
debt based money system. Saat masa jabatan pion selesai, poops… mereka bisa digantikan oleh pion-pion yang lain.
Next,
mungkin orang akan bertanya, kelihatannya penambahan atau pengurangan
suplai uang di dalam sistem berjalan secara relatif lambat. Lantas
darimana datangnya kisah hiperinflasi seperti yang terjadi di Weimar
atau Zimbabwe?
Harga barang kalau naik dari 100 menjadi 150 atau
200 masih bisa dibayangkan, tetapi bagaimana caranya harga naik dari 100
menjadi 1 juta? Mungkinkah pemerintahan mereka sedemikian dungunya
mencetak 1.000T atau 10.000T di dalam ekonomi yang skalanya hanya 20T?
Negeri
manapun tidak akan mengalami hiperinflasi ala Weimar kalau uang mereka
tetap beredar di negara mereka sendiri (tidak ada defisit perdagangan
yang akut), atau kalau mereka tidak memiliki hutang dalam mata uang yang
tidak bisa mereka cetak sendiri. Pemerintahan negeri balon tidak
mungkin menerbitkan surat hutang 1.000T, 10.000T, apalagi 100.000T rupis
tanpa alasan di dalam ekonomi yang hanya berskala 20T. Sesederhana itu.
Tetapi
begitu mereka berhenti menjadi masyarakat yang produktif (mampu
membiayai impor dengan mengekspor barang / jasa yang memiliki nilai
setara), atau mereka terjerat dalam hutang mata uang yang tidak bisa
mereka kontrol, ceritanya akan berbeda.
Pinjam X bayar X, plus bunga X.
Pinjam Y bayar Y, plus bunga Y
Pinjam Z bayar Z, plus bunga Z
Kalau
sebuah negara meminjam X, tetapi saat jatuh tempo tidak punya cukup X
untuk membayar (X + bunga X), apa yang akan mereka lakukan?
Pertama,
secepatnya memproduksi barang atau jasa dan jual ke negara X, atau jual
ke negara lain yang memiliki mata uang X. Dalam kasus di mana langkah
ini tidak bisa dilakukan, maka terpaksa melakukan langkah kedua, pinjam
uang (hutang), gali lubang tutup lubang. Dan kalau masih tidak bisa,
maka lakukan langkah terakhir,
print money.
Pendudukmu
mau impor minyak tetapi tidak punya uang? Ya, cetaklah surat hutang dan
biarkan bank sentralmu membelinya. Serahkan uang itu kepada juragan
minyak. Tetapi, mereka tidak butuh rupis. Jadi, tawarkan suku bunga
rupis yang lebih tinggi agar mereka tertarik. Oo… Tetapi minyak akan
habis bulan depan. Tenang.. Berikan saja rupis-rupis baru ke mereka.
Tetapi, mereka tidak butuh rupis. Jadi, tawarkan lagi suku bunga yang
lebih tinggi lagi agar mereka kembali tertarik. Tetapi minyak akan habis
lagi bulan depan. Tenang.. Berikan lagi rupis-rupis baru ke mereka.
Tetapi mereka tidak perlu rupis. Jadi, naikkan lagi suku bunga rupis
agar mereka kembali tertarik lagi…
Booms… Lakukan cukup lama, &
you are finished.
Ini
bukan lagi masalah inflasi-deflasi yang dihasilkan oleh konsumen di
pasar kredit internal mereka. Uang terus mengalir ke luar dan tidak
kembali lagi ke populasi itu. Mereka boleh memilih deflasi dan kelaparan
atau memilih hiperinflasi dan menunda sebentar waktu kelaparan. Pada
akhirnya, yang akan terjadi tetap akan terjadi, kelaparan.
Perundingan Bretton Woods memutuskan bahwa US dolar adalah medium transaksi internasional. Sampai sekarang pun,
dolar system masih belum berubah. Sedikit modifikasi dari apa yang diputuskan pada tahun 1944 hanyalah nilai dolar tidak perlu lagi di-
peg ke dalam emas sejak 1971. Tentu saja tidak di-
peg,
tidak ada cukup emas di dunia untuk memenuhi kebutuhan compounding interest di dalam sistem. Ini skenario yang sama yang dipakai leluhur Rokiburger saat memperkenalkan sistem kredit.
From money to debt backed by money.From debt backed by money to debt backed by debt.Semua negara harus mengikuti
dollar system. Mengapa? Sederhana saja, karena yang berkuasa mengatakan demikian.
You are either with him, or against him.
Dunia dan manusia tetap tidak berubah setelah sekian ribu tahun…
Perusahaan
Anda mau mengimpor gula? Mau mengimpor minyak? Mau mengimpor benang?
Atau mau mengekspor pakaian? Mau mengekpor kabel? Atau mau mengekpor
beras?
Well, dalam mayoritas transaksi Anda akan menggunakan US dolar.
Darimana datangnya dolar? Ya, dari konsumen Amerika. Dolar adalah medium
transaksi (federal reserve note ataupun ekuivalen elektroniknya) yang
muncul saat seorang konsumen mengajukan kredit ke bank komersial ataupun
monetisasi pemerintah Amerika (yang dijamin dengan pajak yang akan
mereka tagihkan ke rakyat mereka). Sederhananya, dolar adalah instrumen
hutang rakyat Amerika. Sama seperti Yen, Euro, Rupiah, Renminbi, dll,
adalah instrumen hutang rakyat negara bersangkutan.
Semua negara
harus menjual ke Amerika, atau menjual ke negara lain yang menjual ke
Amerika. Tanpa melakukan itu, mereka tidak punya dolar untuk mengimpor
barang yang ingin mereka impor.
Anda sebaiknya berdoa
quantitative easing the Fed bisa meniup kembali balon kredit dan menunda
peak credit konsumen Amerika. Bila tidak,
this show will end ugly… Very ugly…
Atau segera dirancang medium transaksi internasional yang berikut, bagaimana transaksi antar negara dilakukan paska
dolar system. Bila tidak, banyak orang di berbagai negara yang akan tenggelam bersama di dalam Titanic
dolar system ini.